Pembelajaran
Inovatif
Untuk mencapai tujuan
pembelajaran
sesuai tuntutan kurikulum harus menggunakan model pembelajaran yang inovatif.
Model pembelajaran yang inovatif adalah model pembelajaran yang berdasarkan
teori pembelajaran kognitif yang salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning). Pembelajaran yang inovatif memusatkan kepada berfikir, dan laju
perkembangan berfikir sangat bergantung kepada seberapa jauh anak aktif dan
kreatif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Oleh karena itu,
dalam pembelajaran inovatif tersebut guru harus menyiapkan segala fasilitas
yang memungkinkan siswa dapat aktif, kreatif, efekif dan senang dalam menemukan sendiri pengetahuan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan.
Kreatif yang dimaksud adalah guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkatan kemampuan siswa. Berpikir kreatif
merupakan ciri yang khas dari proses belajar.
1.PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Pengertian
Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Dewasa ini pembelajaran kontekstual berkembang di
Negara-negara maju dengan berbagai nama. Di negara Belanda berkembang apa yang
disebut dengan Realistic Mathematic Education (RME) yang menjelaskan bahwa
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Di
Amerika berkembang apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang
intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata
dan memotivasi siswa untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan
kehidupan nyata.
Karakteristik
Pembelajaran Kontekstual
Dalam bagian berikut akan disampaikan beberapa
karakteristik pembelajaran kontekstual yang dikemukakan beberapa ahli. Menurut
Johnson (2002:24), ada delapan komponen utama dalam system pembelajaran
kontekstual, seperti dalam rincian berikut:
1. Melakukan hubungan yang bermakna (making
meaningful connections).
Siswa dapat mengatur diri sendiri
sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara
individual, orang yang dapat belajar sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan
orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang
signifikan (doing significant work).
Siwa membuat hubungan-hubungan antara
sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku
bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
3. Belajar yang diatur sendiri (self
regulated learning)
Siswa melakukan pekerjaan yang
signifikan, ada tujuannya, ada urusanya dengan orang lain, ada hubungannya
dengan penentuan pilihan, dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.
4. Bekerja sama (collaborating)
Siswa dapat bekerja sama. Guru
membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi, dan saling berkomunikasi.
5. Berpikir kritis dan kreatif (critical,
and creative thinking)
Siswa dapat menggunakan tingkat
berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kretif dapat menganalisis, membuat
sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan
bukti-bukti.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi
siswa (nurtuning the individual)
Siswa memelihara pribadinya:
mengetahui, memeberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi,
memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa
dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
7. Mencapai standar yang tinggi (reching
authentic assessment)
Mencapai standar yang tinggi:
mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru
memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellent”.
8. Menggunakan penilaian autentik (using
authentic assessment)
Menggunakan pengetahuan akademis
dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa
boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam
pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa
inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah, atau membuat
penyajian perihal emosi manusia.
Penerapan
Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Ada
tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasar penerapan pembelajaran
kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah kontruktivisme
(Contructivism), bertanya (Questionong), menemukan (Inquiry), masyarakat
belajar (Learning community), pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), dan
penilaian sebenarnya (Authentic assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerangkan, ketujuh komponen tersebut
dalam pembelajarannya. Dan untuk
melaksanakan hal itu tidak sulit. Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun
keadaanya.
Keterkaitan ketujuh komponen
tersebut digambarkan dalam bagan tersebut:
Bagan
keterkaitan antar komponen pembelajaran kontekstual.
Gambaran
sederhana penerapan ketujuh komponen
(1)
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
|
|
KOMPONEN
KONSTRUKTIVISME Sebagai filosofi
|
(2)
Laksanakan kegiatan inquiri untuk mencapai
kompetensi yang diinginkan di semua bidang studi
|
|
KOMPONEN
INKUIRI Sebagai strategi belajar
|
(3)
Bertanya sebagai alat belajar: kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
|
|
KOMPONEN
BERTANYA
Sebagai
keahlian dasar yang dikembangkan
|
(4)
Ciptakan masyarakat belajar (belajar
dalam kelompok-kelompok)
|
|
KOMPONEN
MASYARAKAT BELAJAR
Sebagai
penciptaan lingkungan belajar
|
(5)
Tunjukkan model sebagi contoh
pembelajaran (benda-benda, guru, siswa lain, karya inovasi, dll )
|
|
KOMPONEN
PEMODELAN
Model
sebagai acuan pencapaian kompetensi
|
(6)
Lakukan refleksi di akhir penemuan
agar siswa merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu.
|
|
KOMPONEN
REFLEKSI
Sebagai
langkah akhir dari belajar
|
(7) Lakukan penilaian yang sebenarnya
dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara.
|
|
KOMPONEN PENILAIAN
|
1. SINTAKS PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL
Secara
garis besar sintaks
penerapan CTL adalah mencakup 7 (tujuh) komponen yaitu : kontruktivis,
penemuan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang
sebenarnya.
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
1. Mengembangkan pemikiran anak agar belajar bermakna
dengan cara bekerja sendiri
|
1. Siswa belajar dengan cara menemukan sendiri dan mengkon-truksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
|
2. Membimbing
kegiatan inkuiri
|
2. Melakukan kegiatan inkuiri
|
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui
bertanya
|
3. Mengembangkan keterampilan bertanya
|
4. Menciptakan masyarakat belajar
|
4. Melaksanakan belajar kelompok
|
5. Membimbing pemodelan sebagai contoh pembelajaran
|
5. Melakukan pemodelan
|
6. Melaksanakan refleksi diakhir
pertemuan
|
6.Mendapat balikan/refleksi
|
7. Melaksanakan penilaian yang
sebenarnya dengan berbagai cara
|
7. Siswa mendapat penilaian yang
sebenarnya/autentik
|
2.PEMBELAJARAN
KOOPERATIF
Pembelajaran Kooperatif
merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja
secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif
disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama siswa lain
yang berbeda latar belakangnya.
Paradigma lama tentang
proses pembelajaran yang bersumber pada teori tabula rasa John lick dimana
pikiran seorang anak seperti kertas kosong dan siap menunggu coretan-coretan
dari gurunya seperti kurang tepat lagi digunakan oleh para pendidik saat ini.
Tuntutan pendidikan sudah banyak berubah. Pendidik perlu menyusun dan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruktive yaitu
keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa.
Belajar melibatkan
pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan
dari teori konstruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk
membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.
Ciri-ciri model
pembelajaran kooperatif adalah ; (1) belajar bersama dengan teman, (2) selama
proses belajar terjadi tatap muka antar teman, (3) saling mendengarkan pendapat
diantara anggota kelompok, (4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5)
belajar dalam kelompok kecil, (6) produktif berbicara atau saling mengemukakan
pendapat, (7) keputusan bergantung pada mahasiswa sendiri, (8) mahasiswa aktif
(Stahl, 1994). Senada dengan ciri-ciri tersebut, Johnson dan Johnson (1984)
serta Hilke (1990) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah ; (1)
terdapat saling ketergantungan yang positif 2 diantara anggota kelompok, (2)
dapat dipertanggungjawabkan secara individu, (3) heterogen, (4) berbagi
kepemimpinan, (5) berbagi tanggung jawab, (6) menekankan pada tugas dan
kebersamaan, (7) membentuk keterampilan sosial, (8) peran guru/dosen mengamati
proses belajar mahasiswa, (9) efektivitas belajar tergantung pada kelompok.
Proses belajar terjadi dalam kelompok-kelompok kecil (3-4 orang anggota),
bersifat heterogen tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan akademik, jender,
suku maupun lainnya.
Student Teams Achievement Division
(STAD)
STAD dikembangkan oleh
Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins, dan merupakan
pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru menggunakan
STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik
baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa
dalam satu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang,
setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki dan perempuan, berasal
dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain
untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu salam lain atau
melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap 2 minggu siswa
diberi kuis. Kuis itu skor dan tiap individu diberi skor perkembangan.
Skor perkembangan ini
tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh
skor itu melampaui rata-rata skor siswa yang lalu.
Setiap minggu pada suatu
lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor
tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang
mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang
mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Prosedur ini akan
dijelaskan lebih rinci kemudian.
SINTAKS PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Sintaks
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
1.Menyampaikan tujuan dan memo-tivasi siswa
|
1.Siswa membaca buku
|
2. Menyajikan informasi dengan berbagai cara
|
2.Menyimak informasi dan mencatat
|
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif
|
3. Siswa membentuk kelompok-kelompok belajar
|
4. Membimbing kelompok-kelompok belajar siswa untuk
melaksanakan tugas
|
4. Siswa berdiskusi tugas kelompok
|
5. Melakukan evaluasi
|
5.Siswa mengerjakan tes
|
6. Memberikan penghargaan indivi-du dan kelompok
|
6. Siswa memperoleh penghargaan
|
Jigsaw
Jigsaw telah dikembangkan
dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan
kemudia diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.
Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota
kelompok belajar heterogen. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam
bentuk teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu
bahan yang diberikan itu. Sebagai contoh, jika materi yang diajarkan itu adalah
alat ekskresi, seorang siswa mempelajari tentang ginjal, siswa lain mempelajari
tentang hati, siswa yang lain lagi belajar tentang paru-paru, dan yang terakhir
belajar tentang kulit. Anggota dari kelompok lain yang mendapat tugas topik
yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut
kelompok ahli. Dengan demikian terdapat kelompok ahli kulit, ahli ginjal, ahli
paru-paru, dan ahli hati.
Selanjut anggota tim ahli
ini kembali ke kelornpok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan
didiskusikan di dalam kelompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya
sendiri. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli.
Menyusul pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa itu dikenai kuis
secara individual tentang materi belajar. Dalam jigsaw versi Slavin, skor tim
menggunakan prosedur skoring yang sama dengan STAD. Tim dan individu dengan
skor-tinggi mendapat pengakuan dalam lembar pengakuan mingguan atau dengan cara
lain.
Kelompok
Asal
5
atau 6 anggota yang heterogen dikelompokkan
Kelompok ahli
(tiap
kelompok ahli memiliki satu anggota dari tiap tim asal)
Gambar 2 Ilustrasi yang menunjukkan
Tim Jigsaw
Sintaks
Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggota 5-6 orang
|
1. Siswa membentuk kelompok heterogen
|
2. Memberikan materi dalam bentuk teks yang dibagi-bagi
menjadi beberapa sub bab
|
2. Masing-masing kelompok mene-rima materi yang
dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab
|
3.Meminta setiap anggota kelompok bertanggung jawab
untuk mema-hami sub bab yang ditugaskan
|
3. Tiap anggota kelompok berta-nggung jawab memahami
materi yang ditugaskan
|
4. Meminta anggota kelompok lain yang telah mempelajari
sub bab yang sama bertemu dalam kelompok
ahli untuk mendiskusikannya
|
4. Anggota kelompok-kelompok lain yang mempelajari sub
bab yang sama membentuk kelompok ahli untuk berdiskusi
|
5. Meminta setiap anggota kelom-pok ahli setelah
kembali kekelom-poknya bertugas menjelaskan teman-temannya
|
5. Setiap anggota kelompok ahli kembali ke kelompok
asal untuk mengajar teman-temannya
|
6. Memberikan kuis individual setelah pertemuan dan
diskusi kelompok asal
|
6. Mengerjakan kuis individual
|
7. Memberikan penghargaan individu dan kelompok
|
7. Menerima penghargaan individu dan kelompok
|
3. PROBLEM BASED
INSTRUCTION (PBI)
Pengertian Problem
Based Instruction (PBI)
Menurut
Arends (1997:156), model problem based instruction adalah suatu model yang
berguna untuk mengembangkan tingkat berfikir yang lebih tinggi dalam situasi
yang berorientasi pada masalah. Istilah lain yang digunakan sebagai pengganti
problem based instruction atau pengajaran berdasarkan masalah ialah pengajaran
berdasarkan proyek, berdasarkan pengalaman, autentik dan bermakna. Agar
pengajaran itu bermakna, guru dapat membantu siswa untuk belajar memecahkan
masalah dengan memberi tugas-tugas yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
Pengajaran modelini cocok untuk materi pelajaran yang terkait erat dengan
masalah nyata, meningkatkan proses untuk memecahkan masalah, mempelajari peran
orang dewasa melalui pengalamannya dalam situasi yang nyata, dan melatih siswa
untuk menjadi mandiri.
Secara
garis besar problem based instruction menyajikan kepada siswa situasi masalah
yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan bantuan kepada siswa untuk
melakukan penyelidikan dan inkuiri. Pada pengajaran ini guru berperan untuk
mengajukan permasalahan, pertanyaan dan menyediakan fasilitas yang diperlukan
bagi siswa. Menurut Arends (1997:156), guru memberi scaffolding berupa dukungan
dalam upaya meningkatkan inkuiri dan perkembangan intelektual siswa.
Ciri-ciri Problem Based
Instruction (PBI)
Menurut
Arends (1997 : 157) Problem Based Instruction memiliki ciri-ciri
khusus sebagai berikut :
(1). Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang
bermakna untuk siswa, situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban
sederhana dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi ini.
(2). Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain.
Meskipun pengajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat
pada mata pelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah benar-benar
nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masala itu dari banyak mata
pelajaran.
(3). Penyelidikan Autentik (Authentic
Investigation)
Pengajaran berdasarkan masalah diperlukan untuk
menyelidiki masalah autentik, mencari solusi nyata dari suatu masalah. Peserta
didik menganalisis dan merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen jika
diperlukan, membuat inferensi dan menyimpulkan.
(4). Menghasilkan dan memamerkan (memajang)
hasil kerja (Production of Artifact and exhibits)
Pengajaran berdasarkan masalah mengajak peserta didik
menyusun dan memamerkan hasil kerja sesuai dengan kemampuannya. Setelah siswa
selesai mengerjakan LKS, salah satu kelompok menyajikan hasil kerjanya di depan
kelas dan siswa dari kelompok lain memberikan tanggapan, kritik terhadap
pemecahan masalah yang disajikan temannya. Dalam hal ini guru mengarahkan,
membimbing, memberi petunjuk kepada siswa agar aktifitas siswa terarah.
(5). Kolaborasi (Collaboration)
Pengajaran ini dicirikan dengan kerjasama dalam satu
kelompok kecil. Kerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks dan
meningkatkan inkuiri dan dialog pengembangan keterampilan berfikir dan
keterampilan sosial.
Tujuan Problem Based
Instruction
Tujuan
pengajaran bukan mempelajari sebanyak mungkin materi pelajaran, tetapi
bagaimana mengembangkan kemampuan dan keterampilan berfikir untuk memecahkan
masalah autentik yang ada dimasyarakat, permodelan berbagai peran orang dewasa
melali pelibatan siswa dalam pengalaman nyata, dan menjadi pembelajar yang
mandiri.
Penerapan PBI di Kelas
Sintaks
atau langkah-langkah pelaksanaan problem based instruction terdiri dari lima
tahap yaitu orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasikan siswa untuk
belajar, membimbing penyelidikan individual atau kelompok, mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
(Arend, 1997 : 161).
Aktivitas
guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar pada setiap langkap problem
based instruction dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.
Orientasi
siswa pada masalah.
Saat awal fase pertama guru harus menginformasikan tujuan
pembelajaran secara jelas, menumbuhkan sikap-sikap positif siswa terhadap
pelajaran dan menjelaskan apa yang diharapkan untuk dilakukan siswa. Guru harus
menjelaskan hal-hal berikut.
a.
Tujuan
utama dari pembelajaran yaitu tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi
baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting
dan bagaimana menjadi pembelajaran mandiri.
b.
Masalah
yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak benar.
c.
Selama
tahap penyelidikan siswa akan didorong untuk mengajukan pertanyaan dan untuk
mencari informasi. Guru bertindak sebagai fasilitator dan siswa harus berusaha
untuk bekerja mandiri atau dengan kelompoknya.
d.
Saat
tahap analisis dan penjelasan siswa harus didorong untuk menyatakan ide-idenya
secara terbuka dan bebas.
2.
Mengorganisasi
siswa untuk belajar.
Problem based instruction membutuhkan keterampilan
kolaborasi di antara siswa yang membantu mereka untuk menyelidiki masalah
bersama. Oleh karena itu guru perlu memberikan bantuan dalam hal perencanaan penyelidikan
mereka dan tugas-tugas pelaporan.
3.
Membantu
penyelidikan mandiri dan kelompok
Kebanyakan penyelidikan melibatkan aktivitas pengumpulan
data dan eksperimen, tahap ini guru mendorong siswa melaksanakan eksperimen dan
mengumpulkan data yang aktual sampai benar-benar mengerti tujuannya. Tujuannya
ialah agar siswa dalam mengumpulkan informasi cukup memahami dalam
mengembangkan dan menyusun ide-ide mereka sendiri.
4.
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya.
Tahap penyelidikan diikuti pameran. Peragaan poster
sesuai kemampuan kognitif anak usia SD. Guru seringkali mengorganisasikan
pameran untuk mempublikasikan hasil karya siswa tersebut kepada seluruh kelas
atau kepada orang tua untuk mendapatkan umpan balik. Pameran memiliki arti lain
selain untuk memamerkan hasil-hasil kerja siswa, yaitu merupakan penutup dari
proyek berdasarkan masalah tersebut.
5.
Analisis
dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Tahap akhir problem based instruction menurut Arends
(1997:177), meliputi aktivitas yang dimaksudkan untuk membantu siswa
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri juga keterampilan
penyelidikan dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama tahap
ini, guru meminta siswa untuk melakukan rekonstruksi pemikiran dan aktifitas
mereka selama tahap-tahap pelajaran yang telah dilewatinya.
Manfaat Pengajaran
Berdasarkan Masalah
Pengajaran
berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual, belajar berbagi peran orang dewasa melalui pelibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadi pembelajar yang otonom
dan mandiri.
Menurut
Ibrahim (2003:15) di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas
tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut :
1)
Mengajukan
masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah
kehidupan nyata sehari-hari.
2)
Memfasilitasi/membimbing
penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan,
3)
Memfasilitasi
dialog siswa dan
4)
Mendukung
belajar siswa.
Pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima
langkah seperti pada tabel berikut.
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa terlibat pada pemecahan masalah
|
1. Siswa menyimak informasi dan termotivasi untuk
belajar
|
2. Membantu
siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas pemecahan
masalah
|
2. Melaksanakan tugas pemecahan masalah secara berkelompok
|
3.Membimbing siswa melakukan penyelidikan
|
3. Melakukan penyelidikan dan mengumpulkan informasi
untuk memecahkan masalah
|
4. Membimbing siswa merencana kan dan menyiapkan karya
untuk disajikan
|
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
5.Membantu siswa untuk melakukan evaluasi proses
pemecahan masalah
|
5. Melakukan evaluasi terhadap proses pemecahan masalah
|
4. PEMBELAJARAN INKUIRI
Pengertian Pembelajaran Inkuiri
Sund, seperti yang dikutip
oleh Suryosubroto (1993:193) menyatakan bahwa discovery merupakan bagian dari
inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih
mendalam. Inkuiri yang dalam bahasa inggris inquiri berarti pertanyaan, atau
pemeriksaan, penyelidikan. Inquiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan
manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo (2002) menyatakan strategi
inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran
inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan
belajar, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan
pembelajaran dan (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa
yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Kondisi umum yang
merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah :
(1) Aspek sosial di kelas dan suasana
terbuka yang mengundang siswa berdiskusi,
(2) Inkuiri berfokus pada hipotesis dan
(3) Penggunaan fakta sebagai evidensi
(informasi, fakta).
Untuk menciptakan kondisi
seperti itu, peranan guru adalah sebagai berikut:
(1) Motivator, memberi rangsangan agar
siswa aktif dan bergairah berpikir.
(2) Fasilitator, menunjukkan jalan keluar
jika siswa mengalami kesulitan.
(3) Penanya, menyadarkan siswa dari
kekeliruan yang mereka buat.
(4) Administrator, bertanggung jawab terhadap
seluruh kegiatan kelas.
(5) Pengarah, memimpin kegiatan siswa
untuk mencapai tujuan yang diharapkan
(6) Manajer, mengelola sumber belajar,
waktu dan organisasi kelas.
(7) Revarder, memberi penghargaan pada
prestasi yang dicapai siswa.
Pembelajaran inkuiri dirancang
untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah ke dalam waktu yang
relatif singkat. Hasil penelitian Schlenker, dalam Joyce dan Weil (1992:198),
menunjukkan bahwa latihan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif
dalam berpikir kreatif dan siswa menjadi terampil dalam memperoleh dan
menganalisis informasi.
Munandar (1990:47),
mengemukakan beberapa perumusan kreativitas adalah sebagai berikut :
“ Kreativitas (berpikir
kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan – berdasarkan data atau
informasi yang tersedia- menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap sesuatu
masalah di mana penekanannya pada kuantitas, ketepatgunaan, dan beragam
jawaban.” Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu
masalah makin kreativitas seseorang. Tentu saja jawaban itu harus sesuai dengan
masalahnya. Jadi tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan yang
menentukan kreativitas, tetapi juga kualitas atau mutu dari jawabannya.”
Lebih lanjut Munandar,
memberikan alasan bahwa kreativitas pada anak perlu dikembangkan karena :
“....dengan berkreasi anak
dapat mewujudkan dirinya, sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam
kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, memberikan kepuasan kepada
individu dan memungkinkan meningkatkan kualitas hidupnya.”
Dewasa ini, tidak dapat
dipungkiri bahwa kesejahteraan masyarakat dan negara bergantung pada sumbangan
kreatif dari masyarakat, untuk itu perlulah sikap dan perilaku dipupuk sejak
dini pada peserta didik yang kelak mampu menghasilkan pengetahuan baru.
Ciri perkembangan afektif
yaitu menyangkut sikap dan perasaan, motivasi atau dorongan dari dalam untuk
berbuat sesuatu misalnya rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk
yang dirasakan siswa sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat
kesalahan atau dikritik oleh siswa lain, tidak mudah putus asa, menghargai diri
sendiri maupun orang lain. (Munandar, 1990:51)
Proses Inkuiri
Gulo (2002) menyatakan,
bahwa inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh
potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan inkuiri
merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri
Gulo (2002) menyatakan,
bahwa kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran inkuiri adalah
sebagai berikut :
a.
Mengajukan
Pertanyaan atau Permasalahan
Kegiatan inkuiri dimulai
ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan
sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa
diminta untuk merumuskan hipotesis
b.
Merumuskan
hipotesis
Hipotesis adalah jawaban
sementara atas pertanyaan atau solusi permasalahan yang dapat diuji dengan
data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan
mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah
satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.
c.
Mengumpulkan
Data
Hipotesis digunakan untuk
menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa tabel,
matrik atau grafik.
d.
Analisis
Data
Siswa bertanggung jawab
menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisa data yang telah
diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran, “benar”
atau “salah”. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat
menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Bila ternyata hipotesis
itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan proses inkuiri
yang telah dilakukannya.
e.
Membuat
Kesimpulan
Langkah penutup dari
pembelajaran inkuiri adalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang
diperoleh siswa.
Pembelajaran dengan Metode Inkuiri Suchman
Berdasarkan uraian
pembelajaran inkuiri umum, kita dapat melihat bahwa waktu dan sumber yang
tersedia merupakan permasalahan dalam pembelajaran. Menanggapi permasalahan
ini, Richard Suchman mengembangkan suatu pembelajaran inkuiri yang telah
dimodifikasi. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suchman tentang model
inkuiri ini menunjukkan bahwa keterampilan inkuiri siswa meningkat dan motivasi
belajarnya juga meningkat.
Dahlan (1990:35)
menyatakan bahwa Suchman berkeyakinan bahwa sisa akan lebih menyadari tentang
proses penyelidikannya dan mereka dapat diajarkan tentang prosedur ilmiah
secara langsung. Selanjutnya, Suchman berpendapat tentang pentingnya membawa
siswa pada sikap bahwa semua pengetahuan bersifat tentatif. Joyce (1992:199)
menyatakan, bahwa teori Suchman dapat dijabarkan sebagai berikut :
(1)
Mengajak
siswa membayangkan seakan-akan dalam kondisi yang sebenarnya.
(2)
Mengidentfikasi
komponen-komponen yang berada disekeliling kondisi tersebut.
(3)
Merumuskan
permasalahan dan membuat hipotesis pada kondisi tersebut.
(4)
Memperoleh
data dari kondisi tersebut dengan membuat pertanyaan dan jawabannya “ya” atau
“tidak”
(5)
Membuat
kesimpulan dari data-data yang diperolehnya.
Pembelajaran inkuiri
dengan metode Suchman menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada
siswa sebagai alternatif untuk prosedur pengumpulan data.
(1) Penelitian dapat diselesaikan dalam
waktu satu periode pertemuan. Waktu yang singkat ini memungkinkan siswa dapat
mengalami siklus inkuiri dengan cepat, dan dengan pelatihan mereka akan
terampil melakukan sesuatu.
(2) Lebih efektif dalam semua bidang di
dalam kurikulum
Perbedaan umum antara
inkuiri Suchman dengan inkuiri umum adalah pada proses pengumpulan data.
Suchman mengembangkan suatu periode penemuan baru yang menuntun siswa
mengumpulkan data melalui bertanya.
Struktur Sosial Pembelajaran
Suasana kelas yang nyaman
merupakan hal yang penting dalam pembelajaran inkuiri Suchman karena
pertanyaan-pertanyaan harus berasal dari siswa agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik. Kerjasama guru dengan siswa, siswa dengan siswa
diperlukan juga adanya dorongan secara aktif dalam berpikir dan bertanya, akan
lebih baik hasilnya jika dibanding bila siswa bekerja sendiri.
Peran Guru
Pembelajaran inkuiri
Suchman, peran guru memonitor pertanyaan siswa untuk mencegah agar proses
inkuiri, tidak sama dengan permainan tebakan. Hal ini memerlukan dua aturan
penting, yaitu :
(1) Pertanyaan harus dapat dijawab “ya”
atau “tidak” dan harus diucapkan dengan suatu cara siswa dapat menjawab
pertanyaan tersebut dengan melakukan pengamatan.
(2) Pertanyaan harus disusun sedemikian
rupa sehingga tidak mengakibatkan guru memberikan jawaban pertanyaan tersebut,
tetapi mengarahkan siswa untuk menemukan jawabannya sendiri.
Tahapan yang digunakan dalam pembelajaran inkuiri adalah
seperti pada tabel berikut.
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.Menyajikan masalah
|
1. Siswa mengidentifikasi masalah dan dituliskan di
papan tulis
|
2. Membimbing siswa membentuk kelompok
|
2. Membentuk kelompok-kelompok belajar
|
3. Membimbing siswa membuat hipotesis
|
3. Siswa membuat hipotesis yang relevan permasalahan
|
4. Memberikan kesempatan pada siswa menentukan
langkah-langkah percobaan
|
4. Merancang percobaan dan mengidentifikasi variabel
|
5. Membimbing siswa melakukan percobaan
|
5. Melakukan percobaan untuk mendapatkan informasi
|
6. Membimbing siswa mengumpul-kan dan menganalisa data
|
6. Menyampaikan hasil analisa data
|
7. Membimbing siswa membuat kesimpulan
|
7. Membuat kesimpulan
|
5.PEMBELAJARAN PETA KONSEP
Pengertian
Konsep dan Peta Konsep
Konsep atau pengertian
merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi
dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari
sekumpulan stimulus dan bjek-objeknya (Djamaraj & Zain, 2002:17). Carrol
(dalam Kardi, 1997:2) mendefinisikan konsep sebagai suatu abstraksi dari
serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu proses pemusatan
perhatian seseorang pada situasi tertentu dan mengambil elemen-elemen tertentu,
serta mengabaikan elemen yang lain. Contoh bila seseorang ingin membuat
abstraksi tentang daun, ia memusatkan pada warna daun dan mengabaikan bahwa
daun sebagai habitat ulat daun. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
untuk dapat menguasai konsep seseorang harus mampu membedakan antara benda yang
satu dengan benda yang lain. Dengan menguasai konsep siswa akan dapat
menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna,
bentuk, besar, jumlah dan sebagainya. Contoh konsep dalam biologi adalah
biotik, abiotik, individu, populasi, dan komunitas. Dengan demikian
konsep-konsep itu sangat penting bagi manusia dalam berpikir dan dalam belajar.
Dengan menguasai konsep, dimungkinkan untuk memperoleh pengetahuan yang tidak
terbatas.
Adapun yang dimaksud peta
konsep adalah ilustrasi garfis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah
konsep tunggal dihubungkan ke konsep-konsep lain pada kategori yang sama
(Martin, 1994). Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Dahar
(1989) yang dikutip oleh Erman (2003), mengemukakan ciri-ciri peta konsep
sebagai berikut :
(1) Peta konsep atau pemetaan konsep
adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi
suatu bidang studi, apakah itu bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika.
Dengan menggunakan peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih
jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
(2) Suatu peta konsep merupakan gambar dua
dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri
inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antara
konsep-konsep.
(3) Tidak semua konsep mempunyai bobot
yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep
yang lain.
(4) Bila dua atau lebih konsep digambarkan
di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta
konsep tersebut.
Berdasarkan ciri tersebut
di atas maka sebaiknya peta konsep disusun secara hirarki, artinya konsep yang
lebih inklusif diletakkan pada puncak peta, makin ke bawah konsep-konsep
diurutkan menjadi konsep yang kurang inklusif. Dalam IPA peta konsep membuat
informasi abstrak menjadi konkret dan sangat bermanfaat meningkatkan ingatan
suatu konsep pembelajaran, dan menunjukkan pada siswa bahwa pemikiran itu
mempunyai bentuk.
Macam-macam
Peta Konsep
Menurut Nur (2000b), peta
konsep ada empat macam yaitu pohon jaringan (network tree), rantai kejadian
(events chain), peta konsep siklus (cycle concept map) dan peta konsep
laba-laba ( Spider concept map).
a.
Pohon
Jaringan (Network Tree)
Ide-ide
pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang lain dituliskan
pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep menunjukkan hubungan
antara ide-ide itu. Kata-kata yang ditulis apda garis memberikan hubungan
antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan, tulislah
topik itu dan daftarlah konsep-konsep utama yang berkaitan dengan konsep itu.
Periksalah daftar dan mulai menempatkan ide-ide atau konsep-konsep dalam suatu
susunan dari umum ke khusus. Cabangkan konsep-konsep yang berkaitan itu dari
konsep utama dan berikan hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan cocok
digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut : (a) menunjukkan sebab
akibat, (b) suatu hirarki, (c) prosedur yang bercabang, dan (d) istilah-istilah
yang berkaitan dengan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-hubungan.
Contoh peta konep model pohon jaringan
dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Peta
Konsep Pohon Jaringan Komponen Ekosistem
b.
Rantai
Kejadian (Events Chain)
Nur
(2000b) mengemukakan, bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk
memerikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur atau
tahap-tahap dalam suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian, partama-tama
temukan satu kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini disebut kejadian
awal. Kemudian temukan kejadian berikutnya dalam rantai itu dan lanjutkan
sampai mencapai suatu hasil. Rantai kejadian cocok digunakan untuk
memvisualisasikan hal-hal berikut : (a) memerikan tahap-tahap dari suatu
proses, (b) langkah-langkah dalam suatu prosedur linier, dan (c) suatu urutan
kejadian.
Contoh
peta konsep model rantai kejadian dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Kejadian awal
Peta
konsep rantai kejadian suksesi primer
c.
Peta
Konsep Siklus (Cycle Concept Map)
Dalam
peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil final.
Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal.
Karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan kembali ke
kejadian awal, siklus itu berulang dengan sendirinya. Peta konsep siklus cocok
diterapkan untuk menunjukkan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian
berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-ulang (Nur,
2000b).
Contoh
peta konsep siklus dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Peta
Konsep Siklus Air
d.
Peta
Konsep Laba-Laba ( Spider Concept Map)
Peta
konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan curah pendapat
ide-ide berangkat dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah
besar ide yang bercampu aduk. Banyak dari ide-ide dan ini berkaitan dengan ide
sentral itu namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Peta konsep
laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut : (a) tidak
menurut hirarki, (b) kategori yang tidak paralel, dan (c) hasil curah pendapat.
Peta
konsep laba-laba tentang pencemaran lingkungan
Peta Konsep sebagai Alat Evaluasi
Tingkat keberhasilan siswa
dalam menyerap pengetahuan sangat beragam, maka diperlukan alat ukur yang
beragam. Peta konsep dapat digunakan untuk mengetahui pengetahuan siswa sebelum
guru mengajarkan suatu topik, menolong siswa bagaimana belajar, untuk
mengungkapkan konsepsi salah (miskonsepsi) yang ada pada anak, dan sebagai alat
evaluasi. Menurut Dahar (1989) dalam Sutowijoyo (2002), peta konsep sebagai
alat evaluasi didasarkan atas tiga prinsip dalam teori kognitif Ausubel, yaitu
:
(1) Struktur kognitif diatur secara
hirarkis dengan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif,
lebih umum, superordinat, terhadap konsep-konsep dan proporsisi-proporsisi yang
kurang inklusif dan lebih khusus.
(2) Konsep-konsep dalam struktur kognitif
mengalami diferensiasi progresif. Prinsip ini menyatakan bahwa belajar bermakna
merupakan proses yang kontinyu, dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih
banyak arti dengan dibentuk lebih banyak kaitan-kaitan proporsional. Jadi
konsep-konsep tidak pernah tuntas dipelajari, tetapi selalu dipelajari,
dimodifikasi dan dibuat lebih inklusif.
(3) Prinsip penyesuaian integratif
menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat bila siswa menyadari akan
perlunya kaitan-kaiatan baru antara segmen-segmen konsep atau proposisi. Dalam
peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan kaitan-kaitan
silang antara segmen-segmen konsep.
Karena peta konsep
bertujuan untuk memperjelas pemahaman suatu bacaan, sehingga dapat dipakai
sebagai alat evaluasi dengan cara meminta siswa
untuk membaca peta konsep dan menjelaskan hubungan antara konsep satu
dengan konsep yang lain dalam satu peta konsep.
Peta konsep merupakan diagram hierarki
yang kadang-kadang memfokus
pada hubungan sebab akibat. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.Membimbing siswa mengidentifi -kasi ide pokok atau
prinsip yang melingkupi sejumlah konsep
|
1.
Mengidentifikasi ide pokok atau ide utama atau konsep yang melingkupi
sejumlah konsep
|
2. Membimbing siswa mengidentifi-kasi ide sekunder yang
menunjang ide pokok
|
2. Mengidentifikasi ide sekunder yang menunjang ide
pokok
|
3.Membimbing siswa menempatkan ide pokok di puncak atau
di tengah peta
|
3. Menempatkan ide pokok di puncak atau di tengah peta
|
4.Membimbing siswa menempatkan ide sekunder di
sekeliling ide pokok yang menunjukkan adanya hubung-an
|
4.Menempatkan ide sekunder di sekeliling ide pokok
|
6.PEMBELAJARAN
SALINGTEMAS
Pengertian
Salingtemas
merupakan pembelajaran yang menekankan kepada siswa untuk berpikir komprehensif
dengan menggunakan secara terintegratif berbagai pengetahuan yang dimiliki yang
mengarah pada produk yang kreatif dan inovatif pada bidang yang ditekuni dengan
berlandaskan sains dan teknologi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik Pembelajaran/ Pendekatan Sets
Pendekatan
SETS memiliki kepanjangan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat. Secara
mendasar dapat dikatakan bahwa melalui pendekatan SETS ini diharapkan
anda/siswa akan memiliki kemampuan memandang sesuatu secara integrasi dengan
memperhatikan keempat unsur SETS, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang pengetahuan yang dimiliki. Urutan ringkasan SETS membawa pesan
bahwa untuk menggunakan sains (S-pertama) ke bentuk Teknologi (T) dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat (S-kedua) diperlukan pemikiran tentang berbagai
implikasinya pada lingkungan (E) secara fisik maupun mental. Secara tidak
langsung, hal ini menggambarkan arah pendekatan SETS yang relatif memiliki
kepedulian terhadap lingkungan kehidupan atau sistem kehidupan (manusia).
Pendekatan SETS bertujuan :
(1).
Membantu
siswa/anda mengetahui sains, perkembangannya dan bagaimana perkembangan sains
dapat mempengaruhi lingkungan, teknologi dan masyarakat secara timbal balik.
(2).
Agar
siswa mengetahui cara menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat
berkembangnya masalah yang berkaitan dengan masyarakat.
Hakekat
dan tujuan pembelajaran SETS adalah agar melalui pembelajaran ini dapat membuat
siswa mengerti unsur-unsur utama SETS serta keterkaitan antar unsur-unsur
tersebut pada saat mempelajari sains. Topik-topik terpilih dapat merupakan
bahasan konsep sains yang berkaitan dengan teknologi dan lingkungan yang sesuai
dengan topik sains yang perlu diajarkan. Akan tetapi, tergantung pada perhatian
sesaat masyarakat, fokus perhatian itu akan berubah-ubah dari masa ke masa.
Oleh sebab itu, dapat saja pada saat tertentu pusat perhatian pada sains, pada
lingkungan, pada teknologi atau kepada kepentingan masyarakat. Dari topik-topik
inilah, yang akan menentukan unsur mana dari SETS tersebut yang perlu atau
sedang diberi perhatian khusus pada saat itu. Akan tetapi secara keseluruhan,
keempat unsur SETS tersebut akan selalu menyatu dan tak terpisahkan dalam
pembelajaran. Misalkan yang menjadi pusat perhatian pada masa ini adalah
lingkungan, maka lingkungan diungkapkan sebagai pusat perhatian. Keterkaitan
keempat unsur-unsur SETS dapat dilihat pada gambar berikut.
Hubungan antar unsur SETS
Lingkungan menjadi fokus perhatian
Pada
gambar tersebut dilihat bahwa, unsur-unsur SETS menggambarkan dominasi setara
antara Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat. Pada keadaan tertentu seperti
misalnya, India dan Pakistan saling bersaing dalam kemampuan mengendalikan
senjata nuklir, maka pada masa itu fokus perhatian lebih pada teknologi, bukan
pada lingkungan, sains, atau masyarakat. Maka gambaran keterkaitan antara
sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
SETS yang fokus perhatiannya
Ditujukan
pada bidang teknologi
Pada
gambar ini terlihat unsur teknologi digambarkan berada di tengah sebagai
ungkapan atau pernyataan bahwa perhatian utama masyarakat pada masa tersebut
adalah pada bidang teknologi.
Jika
perhatian pada keadaan perekonomian yang gawat seperti yang terjadi di sejumlah
negara. Maka perhatian utama, masyarakat tentu akan tertumpu pada kepentingan
masyarakat. Dalam arti untuk kondisi semacam itu masalah sains dan teknologi
dikesampingkan hingga unsur masyarakat mendapat keutamaan. Dalam keadaan
semacam ini, maka keterkaitan antara unsur-unsur SETS dapat ditampilkan seperti
gambar.
Keterkaitan antar unsur SETS
Masalah
masyarakat sedang mendapat
Perhatian utama
Pada
keadaan tertentu atau situasi tertentu, kita memberi perhatian lebih besar
kepada bidang sains. Pada saat itu seolah-olah sains menjadi primadona dari
segalanya, maka fokus perhatian pada pembelajaran adalah sains. Dalam keadaan
semacam ini, maka keterkaitan antara unsur-unsur SETS dapat ditampilkan seperti
gambar
Keterkaitan antar unsur SETS
Fokus
perhatian ditujukan pada unsur sains
Dengan
meletakkan sains sebagai fokus perhatian, seperti yang biasa dilakukan dalam
kegiatan pengajaran sains, maka guru sains serta para siswa yang menghadapi
pelajaran sains dapat dibawa melihat bentuk keterkaitan sebenarnya dari ilmu
yang dipelajarinya (sains) dikaitakan dengan unsur lain dalam SETS. Oleh karena
sepertiyang diungkapkan di atas, bahwa masing-masing unsur SETS itu saling
terkait, maka dalam pengajaran sains seharusnya guru dan siswa dapat mengambil
berbagai contoh serta fakta yang ada atau kemungkinan fakta yang dapat
dikaitkan secara terpadu dalam pengenalan atau pembelajaran konsep sains yang
dihadapi sesuai dengan tujuan pengajaran dan pada saat memungkinkan siswa
mengembangkan diri berdasarkan pengetahuan yang dipelajari tersebut. Jangan
hanya memberi perhatian lebih terhadap sains. Tanpa memperhatikan konsteks
SETS, tidak tertutup kemungkinan bahwa arah kegiatan sains yang mereka lakukan
itu sepenuhnya memfokus pada entitas sains itu sendiri (dengan kemungkinan gerak
ke arah teknologi) tanpa memikirkan dampaknya pada masyarakat ataupun
lingkungan. Akan tetapi apabila ketekunan mereka di bidang sains tersebut
selalu dikaitkan dengan unsur lain dalam SETS secara terintegratif dan
bertanggung jawab, maka kesejahteraan kehidupan di muka bumi itulah yang dapat
kita peroleh.
Demikian
pula halnya dengan teknologi, kemajuan dan perkembangannya sangat ditentukan
oleh kemajuan sains, kepentingan masyarakat dan keadaan lingkungan. Pada saat
yang sama kemajuan teknologi itu akan berpengaruh kepada perkembangan sains,
masyarakat serta lingkungan dalam berbagai bentuk. Kepentingan masyarakat
sendiri juga dibatasi oleh kemampuan sains serta teknologi serta sumber daya
yang terdapat pada lingkungan. Yang terpenting, kondisi lingkungan sangat
ditentukan oleh kesadaran masyarakat akan kepentingannya, adanya teknologi yang
akan menjaga atau menghancurkannya, serta keberadaan sains yang memerlukan
eksistensinya.
Pembelajaran
SETS, tak hanya memperhatikan isu masyarakat dan lingkungan yang telah ada dan
mengkaitkannya dengan unsur lain, akat tetapi juga pada cara melakukan sesuatu
untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan itu yang memungkinkan kehidupan
masyarakat serta kelestarian lingkungan terjaga sementara kepentingan lain
terpenuhi.
Itulah
sebabnya kenapa pembelajaran SETS memberi perhatian tinggi pada keterkaitan
serta keterpaduan antar keempat unsur SETS beserta urutannya. Dalam arti untuk
membuat konsep sains berguna dalam teknologi untuk memenuhi keperluan
masyarakat, maka akibatnya pada lingkungan perlu mendapat perhatian utama.
Apabila akibat pada lingkungan (baik fisik maupun mental) sangat tidak
menguntungkan, pembelajaran SETS tak menganjurkan penggunaan konsep sains itu
diteruskan ke bentuk teknologi yang dimaksud. Sebaliknya apabila transformasi
sains ke teknologi tersebut dianjurkan untuk diteruskan guna memenuhi
kepentingan masyarakat dalam konteks SETS, unsur lingkungan merupakan filter
dari unsur S (sains) untuk diubah menjadi T (teknologi) dalam memenuhi
kepentingan M (masyarakat).
SKEMA
Gambar
Skema Model Pembelajaran
Jelas
bahwa melalui pembelajaran SETS siswa akan selalu dan seharusnya selalu dibawa
ke suasana yang memberi perhatian kepada setiap unsur yang ada dalam SETS itu
sendiri beserta perhatian pada makna urutan beserta implikasinya dalam kegiatan
pengajaran sains. Pendekatan SETS
Dalam
pembelajaran SETS, tentunya pendekatan yang paling sesuai adalah pendekatan
SETS itu sendiri. Sejumlah ciri atau karakteristik dari pendekatan SETS adalah
sebagai berikut
§
Tetap
memberi pengajaran sains.
§
Murid
dibawa ke situasi untuk memanfaatkan konsep sains ke bentuk teknologi untuk
kepentingan masyarakat.
§
Murid
diminta untuk berpikir tentang berbagai kemungkinan akibat yang terjadi dalam
proses penstranferan sains tersebut ke bentuk teknologi.
§
Murid
diminta untuk menjelaskan keterhubungkaitan antara unsur sains yang
dibincangkan dengan unsur-unsur lain dalam SETS yang mempengaruhi berbagai
keterkaitan antar unsur tersebut.
§
Murid
dibawa untuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian daripada menggunakan konsep
sains tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi.
§
Dalam
konteks konstruktivisme, murid diajak berbincang tentang SETS dari berbagai
macam arah dan dari berbagai macam titik awal tergantung pengetahuan dasar yang
dimiliki oleh siswa bersangkutan.
Penerapan Pendekatan SETS dalam Pembelajaran
Di
dalam pengajaran menggunakan pendekatan SETS murid diminta menghubungkan antara
unsur SETS. Yang dimaksudkan adalah murid menghubungkaitkan antara konsep sains
yang dipelajari dengan benda-benda berkenaan dengan konsep tersebut pada unsur
lain dalam SETS, sehingga kemungkinan murid memperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang keterkaitan konsep tersebut dengan unsur lain dalam SETS, baik
dalam bentuk kelebihan ataupun kekurangannya.
Sebagai
contoh, dalam pembahasan tentang reproduksi (konsep sains), murid dapat diajak
bicara tentang, cloning (teknologi), tentang akibat teknik percepatan tumbuh
masyarakat melalui teknik kloning pada lingkungan (unsur lingkungan) dan
tentang dampak yang terjadi oleh penggunaan kloning di masyarakat (unsur
masyarakat). Kita lihat di situ, bahwa ada keterkaitan antar keempat unsur SETS
di dalam pembicaraan tentang konsep reproduksi. Dalam pembahasan semacam itu,
murid dapat diajak untuk membahas lebih jauh tentang berbagai macam isu
berkaitan dengan butir-butir di atas sebatas kemampuan mereka berpikir. Namun
demikian, dengan membuka lebih lebar lagi murid tentang sejauh mana mereka
mempelajari informasi tersebut dari teknologi informasi yang telah dikenal
luas, apakah itu melalui radio, televisi, atau internet. Tidak tertutup
kemungkinan bahwa anak-anak juga menggunakan internet sebagai bagian dari
kegiatan hidup mereka saat ini. Anak-anak masa kini memiliki karakteristik
berbeda dengan anak seumur pada dua puluh tahun lampau. Dengan demikian, tempat
serta tingkat pertumbuhannya pun juga akan berbeda.
Oleh
karena untuk pengajaran dengan menggunakan pendekatan SETS kita dapat mulai
dari manapun, maka membahas hal-hal yang agak sulit sekalipun akan dapat
diatasi dengan cara memikirkan secara matang titik awal pembicaraan serta titik
akhir sebagai tujuan kegiatan pengajaran tersebut.
Topik-topik Sains dan
Hubungannya dengan SETS
Untuk
memiliki kemampuan menghubungkaitkan antara topik sains yang dipelajari dengan
unsur lain SETS, sebenarnya diperlukan kepekaan seorang guru sains. Setiap kali
kita perlu menanyakan kepada diri kita sendiri sejumlah pertanyaan berikut :
§
Apa
kegunaan konsep ini untuk masyarakat ?
§
Apakah
akibat pengembangan konsep sains tersebut kepada teknologi ?
§
Teknologi
apa yang dapat dibuat dengan konsep sains tertentu ?
§
Bagaimana
sains dapat dipengaruhi oleh teknologi yang dikembangkan itu nanti ?
§
Bagaimana
kesan masyarakat terhadap teknologi yang dikembangkan tersebut?
§
Bagaimanakah
dampak teknologi tersebut kepada lingkungan ?
§
Bagaimana
lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan teknologi dan sains?
§
Bagaimana
bentuk pengaruh tersebut terhadap perkembangan sains dan
teknologi ?
§
Bagaimana
masyarakat secara langsung mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi ?
§
Dan
sebagainya.
Berpedomankan
pada sejumlah pertanyaan di atas guru sains seharusnya tidak akan alami
kesulitan dalam hal mencari hubungkait antara topik-topik sains dalam pelajaran
dengan unsur-unsur lain SETS yang ingin diajarkan. Satu atau dua contoh kecil
di atas telah membawa guru kepada pengenalan tentang cara menghubungkaitkan
antara topik sains dengan unsur lain SETS sebagai manifestasi penggunaan
pendekatan SETS pada waktu mengajar sains.
Oleh
karena guru juga dapat mengawali pengajaran sains dalam konteks SETS dari mana
saja, maka guru dapat mengambil bahan dari berbagai sumber untuk mengajar
sains. Sebagai contoh dalam penerapan pendekatan SETS untuk pengajaran sains
dapat kita ambil salah satu topik yang sering dan perlu kita perkenalkan
mengikuti silabus pengajaran sains yang ada.
Misalnya,
kita ingin memperkenalkan konsep kecepatan dalam pengajaran IPA kelas V. Di
sini konsep kecepatan tersebut sudah kita kenal sebagai konsep sains.
Selanjutnya, karena kebiasaan kita untuk selalu membahas konsep sains tersebut
dimulai dari konsep itu sendiri, maka kita anggap bahwa konsep kecepatan
tersebut sebagai fokus perhatian sesaat (setidaknya pada waktu mengajarkan
konsep). Berkenaan dengan kondisi tersebut, maka gambaran keterkaitan antara
unsur sains (konsep) dengan unsur lain dalam SETS akan tercermin dalam diagram
berikut :
Keterkaitan antar unsur SETS Dalam
pembahasan konsep ecepatan dalam pengajaran sains
Seperti
halnya dengan uraian di atas, maka dalam penerapan pengajaran saisnya, dalam
konteks SETS ini maka sejumlah pertanyaan berikut mungkin dapat dipakai sebagai
pedoman untuk melaksanakan pengajaran atau pengenalan konsep kecepatan.
Pertanyaan
–pertanyaan berikut, karenanya dapat dipakai sebagai pemacu kegiatan belajar
konsep kecepatan dalam konteks SETS.
§
Apa
yang dimaksud dengan kecepatan ?
§
Bagaimana
anda membuktikan bahwa kecepatan itu ada ?
§
Apa
kegunaan konsep kecepatan untuk masyarakat ?
§
Teknologi
apa yang dapat dibuat dengan konsep sains tersebut ?
§
Apakah
akibat perkembangan konsep kecepatan kepada teknologi ?
§
Bagaimana
konsep kecepatan dapat dipengaruhi oleh teknologi yang dikembangkan itu nanti ?
§
Bagaimana
kesan masyarakat terhadap teknologi yang dikembangkan dari konsep kecepatan
tersebut ?
§
Bagaimanakah
dampak teknologi berdasarkan kecepatan tersebut kepada lingkungan ?
§
Bagaimana
lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan teknologi berdasarkan kecepatan ?
§
Bagaimana
bentuk pengaruh tersebut terhadap perkembangan konsep kecepatan dan teknologi
kecepatan ?
§
Bagaimana
masyarakat secara langsung mempengaruhi perkembangan konsep kecepatan dan
teknologi menggunakan konsep kecepatan ?
Tugas
lebih mendalam mungkin dapat diberikan kepada siswa dengan meminta mereka
menerapkan konsep sains tersebut ke dalam bentuk teknologi yang sesungguhnya
(tergantung kemampuan para siswanya ), secara individual atau secara
berkelompok.
Contoh Tugas
Buatlah
secara berkelompok (tidak lebih dari lima orang ) suatu alat yang
dapat dipakai untuk
pengangkutan barang seberat 75-100 kg dan dapat
dikendalikan dengan kecepatan minimal 10 km perjam.
Persyaratan yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut :
§
Berat
alat itu sendiri tidak melebihi 20 kg
§
Tenaga
penggerak hendaknya tidak menghasilkan polusi atau gangguan pada lingkungan.
§
Alat
tersebut aman dipakai.
§
Dapat
menempuh jarak tidak kurang dari 10 km dalam suatu angkutan.
§
Biaya
pembuatan peralatan hendaknya tidak melebihi lima puluh ribu rupiah.
Tugas
di atas hendaknya dapat diselesaikan dalam masa satu minggu, selanjutnya jawab
pertanyaan berikut :
§
Apakah
benda yang akan anda angkut dengan peralatan tersebut ?
§
Dimanakah
tempat penggunaan peralatan anda, secara ekonomis dan keramahannya terhadap
lingkungan, dibanding dengan peralatan lain sejenis itu ?
§
Tunjukkan
hasil percobaan anda, berapa kecepatan maksimal yang dapat dicapai dengan
menggunakan peralatan anda untuk pengangkutan barang sebanyak 100 kg dengan
jarak 10 km.
§
Berapakah
percepatan setelah peralatan anda bergerak setelah 5 menit pertama?
Dari
contoh sederhana di atas, anda kini dapat memperkirakan betapa kegiatan
pengajaran sains dengan pendekatan SETS dapat menjadi sangat menarik atau
bermanfaat, tergantung dari bentuk tugas yang anda berikan kepada para siswa
anda.
Dalam
pendidikan SETS pendekatan yang paling sesuai adalah pendekatan SETS itu
sendiri dengan langkah-langkah seperti pada tabel berikut.
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
1.Membimbing siswa memilih topik sains yang digunakan
untuk acuan
|
1. Berdiskusi menentukan topik yang dijadikan acuan
|
2. Membimbing siswa mengubah konsep sains ke bentuk
teknologi untuk kepentingan masyarakat
|
2. Berdiskusi mentransfer sains ke bentuk teknologi
|
3. Bersama siswa berpikir tentang berbagai kemungkinan
akibat pentransferan sains kebentuk teknologi
|
3. Berdiskusi tentang dampak yang mungkin muncul dari
pentransferan sains ke teknologi
|
4. Menjelaskan keterkaitan antara unsur sains dengan
unsur lain dalam SETS yang saling berpengaruh
|
3.Menyimak informasi keterkaitan antara unsur-unsur
dalam SETS yang saling berpengaruh
|
5. Mempertimbangkan manfaat dan kerugian pentransferan
konsep sains ke bentuk teknologi
|
5. Berdiskusi agar pentransferan sains ke teknologi
dapat bermanfaat semaksimal mungkin bagi masya-rakat
|
6. Mengajak siswa berbincang tentang SETS dari
baerbagai arah dengan konteks kontrukstivis
|
6. Berdiskusi tentang SETS dari berbagai arah dan
berkonteks kontruktivis
|
7.PEMBELAJARAN TEMATIK
A. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik
adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam
pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Sebagai contoh,
tema "Air" dapat ditinjau dari mata pelajaran fisika, biologi, kimia,
dan matematika. Lebih luas lagi, tema itu dapat ditinjau dari bidang studi
lain, seperti IPS, bahasa, dan seni. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan
dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang sangat banyak
pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam pendidikan. Unit yang tematik
adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa
untuk secara produktif menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan
memuaskan rasa ingin tahu dengan penghayatan secara alamiah tentang dunia di
sekitar mereka.
Keuntungan pembelajaran
tematik bagi guru antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Tersedia
waktu lebih banyak untuk pembelajaran. Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam
pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata
pelajaran.
2.
Hubungan
antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami.
3.
Dapat
ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas pada
buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas.
4.
Guru
dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbgai aspek kehidupan.
5.
Guru
bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari berbagai sudut
pandang.
6.
Pengembangan
masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi bisa dikurangi dan
diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.
Keuntungan pembelaj aran
tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Bisa
lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
2.
Menghilangkan
batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan pendekatan proses
belajar yang integrative
3.
Menyediakan
kurikulum yang berpusat pada siswa - yang dikaitkan dengan minat, kebutuhan,
dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung
jawab pada keberhasilan belajar.
4.
Merangsang
penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.
5.
Membantu
siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga maningkatkan apresiasi
dan pemahaman.
B. Kaitan Pembelajaran Tematik dengan
Standar Isi
Dalam kerangka dasar dan
struktur kurikulum yang dikeluarkan .Badan Standar Nasional Pendidikan,
dijelaskan bahwa untuk kelas I, II, dan III SD pembelajaran dilaksanakan
melalui pendekatan tematik. Mata pelajaran yang harus dicakup adalah (l)
pendidikan agama, (2) pendidikan kewarganegaraan, (3) bahasa Indonesia, (4)
matematika, (5) ilmu pengetahuan alam, (6) ilmu pengetahuna sosial, (7) seni
budaya dan keterampilan, dan (8) pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan.
Dalam pembelajaran
tematik, standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi
harus dapat tercakup seluruhnya karena sifatnya masih minimal. Sesuai dengan
petunjuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), standar itu
dapat diperkaya dengan muatan lokal atau ciri khas satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Cara Merancang Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik
memerlukan perencanaan dan pengorganisasian agar dapat berhasil dengan baik.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pembelajaran tematik,
yaitu (1) memilih tema, (2) mengorganisir tema,
(3)mengumpulkan bahan dan sumber, (4) merancang kegiatan dan proyek, dan
(5) mengimplementasikan satuan pelajaran.
1.
Memilih
Tema
Topik untuk pembelajaran
tematik dapat berasal dari beberapa sumber. Inilah beberapa di antaranya :
a.
Topik-topik
dalam kurikulurn
b.
Isu-isu
c.
Masalah-masalah
d.
Even~event
khusus
e.
Minat
siswa
f.
Literatur
2.
Mengorganisasikan
Tema
Pengorganisasian tema
dilakukan dengan menggunakan jaringan topik.
3.
Mengumpulkan
Bahan dan Sumber
Pembelajaran tematik
berbeda dengan pembelajaran berdasarkan buku paket tidak hanya dalam mendesain,
melainkan juga berbagai bahan yang digunakan. Inilah beberapa sumber:
a.
Sumber-sumber
yang tercetak
b.
Sumber-sumber
visual
c.
Sumber-sumber
literatur
d.
Artifac
4.
Mendesain
Kegiatan dan Proyek
Inilah beberapa saran:
- Integrasikan bahasa - membaca, menulis, berbicara, dan mendengar.
- Hendaknya bersifat holistik.
- Tekankan pada pendekatan “hands – on, minds-on”.
- Sifatnya lintas kurikulum
5.
Mengimplementasikan
Pembelajaran Tematik.
Beberapa kemungkinan
implementasi :
- Lakukan pembelajaran tematik sepanjang hari, untuk beberapa hari.
- Lakukan pembelajaran tematik selama setengah hari, untuk beberapa hari.
- Gunakan pembelajaran tematik untuk satu atau dua mata pelajaran.
- Gunakan pembelajaran tematik untuk beberapa mata pelajaran.
- Gunakan pembelajaran tematik untuk kegiatan lanjutan.
Pelaksanaan pembelajaran Tematik menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan meliputi :
a. Pemetaan standar kompetensi, kompetensi dasar,
indicator dalam tema
b. Penetapan jaringan tema
c. Penyusunan silabus
d. Penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran
2. Tahap Pelaksanaan meliputi :
a. Kegiatan pembukaan
b. Kegiatan inti
c. Kegiatan Penutup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar