SENI SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN
Fungsi Seni dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan dalam arti
luas diartikan sebagai suatu kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya
transformasi dan kegiatan sehingga mengakibatkan seseorang mengalami suatu
kondisi tertentu yang lebih maju. Dalam sebuah pertunjukan seni, orang sering
mendapatkan pendidikan secara tidak langsung karena di dalam setiap karya seni
pasti ada pesan atau makna yang disampaikan. Disadari atau tidak,
rangsangan-rangsangan yang ditimbulkan oleh seni merupakan alat pendidikan bagi
seseorang. Seni bermanfaat untuk membimbing dan mendidik mental dan tingkah
laku seseorang supaya berubah kepada kondisi yang lebih baik dan maju dari
sebelumnya. Disinilah seni harus disadari menumbuhkan nilai estetika dan etika
kepada peserta didik. Jika pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan
orang dewasa dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaannya, maka tentunya
pula seni dapat digunakan sebagai cara dan sekaligus media untuk mendidik anak.
Jadi makna pendidikan dengan menggunakan seni sebagai cara dan sekaligus
sebagai sarananya.
Sasaran pendidikan seni
di sekolah-sekolah umum, dari tingkat pendidikan dasar sampai menengah, berbeda
dengan sasaran pendidikan seni di sekolah kejuruan, dan kursus. Di sekolah
kejuruan berlaku pengajaran seni yang lebih mengutamakan pemberian bekal kepada
para siswa agar berhasil sebagai lulusan yang memiliki kemampuan/keterampilan
bidang seni tertentu. Sedangkan di
sekolah umum, pendidikan seni yang diberlakukan kepada semua siswa, (berbakat
maupun tidak) lebih ditekankan kepada pemberian berbagai pengalaman kesenian
sebagai wahana untuk mencapai tujuan pendidikan. Seni berfungsi sebagai media
pendidikan.
Akan tetapi, istilah
"seni sebagai media pendidikan" tidak berarti bahwa kegiatan seninya
tidak penting (karena dianggap hanya sekedar media). Keterlibatan siswa dengan
seni tetaplah harus menjadi prioritas dalam rangka membentuk kemampuan seni
atau meningkatkan kemampuan seni yang sudah ada pada diri siswa. Upaya
peningkatan kualitas belajar menjadi fokus kegiatan; dan ini berlaku umum dalam
program belajar apa pun.
Sebagai pembanding,
tujuan utama orang belajar naik sepeda adalah supaya ia bisa naik sepeda;
belajar silat supaya bisa silat, belajar Tembang Cianjuran supaya bisa melantunkan
lagu-lagu Cianjuran yang memiliki karakteristik tertentu. Kemampuan khusus yang
diperoleh itu tadi merupakan tujuan langsung dari belajar yang disebut sebagai
"dampak utama" (main effect) atau "dampak
pembelajaran"(instructional effect) yang ingin dicapai . Bahwa akibat
dari belajarnya itu ia menjadi tekun, sabar atau sehat, itu adalah dampak
penyerta/pengiring (nurturant effect) yang tentu saja tidak kurang
manfaatnya bagi kepentingan pribadi warga belajar. Dalam pembelajaran di
sekolah, khususnya pembelajaran seni, dampak instruksional maupun dampak
pengiring perlu dirancang sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan belajar yang
diharapkan.
Pendidikan seni melalui pembelajaran di
sekolah, berikut dampak utama dan dampak penyerta yang ingin dihasilkan, sebagai
berikut:
Konsekuensi logis dari
pemikiran di atas adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan seni
harus berkualitas. Pendidikan seni bukan sekedar kegiatan rutin,
sekedar untuk mengisi jam pelajaran yang tersedia. Siswa harus merasa bahwa
dari kegiatan-kegiatan seni di sekolah, ada hasil nyata yang dia perloleh, ada
peningakatan atau kemajuan yang ia capai: dari tidak tahu menjadi
tahu, dari kurang senang menjadi senang, dari tidak terampil menjadi lebih
terampil, dari kurang bisa menata menjadi lebih bisa menata, dari kurang bisa
membedakan menjadi lebih bisa membedakan (berbagai hal yang menyangkut
kesenirupaan). Secara kodrati, kita semua, khususnya siswa, tentu tidak
menyukai kegiatan remeh-temeh, kegiatan yang tidak berkualitas, yang hanya membuang-buang
waktu.
Tentunya dalam dunia
pendidikan terutama untuk Sekolah dasar, seni mempunyai peran yang penting
untuk menunjang perkembangannya. Banyak hal yang dapat diperoleh oleh siswa
dengan belajar seni, yaitu sebagai berikut :
1.
Memberikan fasilitas yang
sebesar-besarnya kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya (ekspresi bebas).
2.
Melatih imajinasi anak, ini
merupakan konsekuensi logis dalam kegiatan ekspresi supaya dalam berekpresi
seorang anak mempunyai bayangan terlebih dahulu yaitu dengan latihan imajinasi
yang dapat berangkat dari pengamatan maupun hasil rekapitulasi kejadian yang
telah direkam oleh otak.
3.
Memberikan pengalaman estetik dan
mampu memberi umpan balik penilaian (kritik dan saran) terhadap suatu karya
seni sesuai dengan mediumnya.
4.
Pembinaan sensitivitas serta rasa
pada umumnya, hasil yang diharapkan adalah terbinanya visi artistik dan fiksi
imajinatif.
5.
Mampu memberikan pembinaan
ketermpilan yaitu dengan membina kemampuan praktek berkarya seni kerajinan. Hal
ini berguna untuk mempersiapkan kemampuan terampil dan praktis sebagai bekal
hidup di kemudian hari.
6.
Mengembangkan kemampuan
intelektual, imajinatif, ekspresi, kepekaan kreatif, keterampilan, dan
mengapresiasi terhadap hasil karya seni dan keterampilan dari berbagai wilayah
Nusantara dan mancanegara.
7.
Siswa memiliki pengetahuan,
pengalaman dan kemauan keras berkarya dan berolah seni, serta kepekaan artistik
sebagai dasar berekspresi pada budaya bangsa. Tujuan tersebut pada dasarnya
adalah menyiapkan anak untuk berpengetahuan, bercakapan dan berkemampuan dalam
tingkat dasar agar kelak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
8. Menumbuhkembangkan sikap
profesional, kooperatif, toleransi, dan kepemimpinan.
9. Seni sebagai alat pendidikan. Dalam
pendidikan seni bukan semata-mat bertujuan untuk mendidik anak menkjadi seniman melainkan
membina anak-anak untuk menjadi kreatif. Seni merupakan aktifitas permainan,
dan melalui permainan kita dapat mendidik anak dan membina kreatifitasnya
sedini mungkin. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni dapat digunakan
sebagai alat pendidikan.
Selain itu, seni juga mempunyai peran
penting terutama dalam konstelasi kurikulum pendidikan, antara lain yaitu :
1. Seni
sebagai bahasa visual
Anak usia SD dalam
kehidupannya sangat dekat dengan berkarya seni dan hanpir bisa dikatakn bahwa
perilaku anak dekat dengan kegiatan kesenian atau dapat dikatakan “tiada hari
tanpa seni”. Kegiatan berseni merupakan kebutuhan anak dalam mengutarakan
pendapat, berkhayal atau berimajinasi, bermain, belajar memahami bentuk yang
ada di sekitar anak, dan merasakan perasaan (gembira, sedih, dll)
Dalam konteks seni
berperan mengemukakan pendapat tmpak ketika anak menyanyi atau menari ataupun
menggarka bertema maupun tanpa tema. Karya seni mereka berikan tema sesuai
dengan keinginan pada saat itu, sebagai contoh ketika anak membayangkan
nikmatnya berada dalam ban-ban ibu, dan ibu menimangnya sambil menyanyikan lagu
akan kembali muncul dalam bentuk gambar seorang perempuan dan kain. Ungkapan
itu juga dapat berupa celotehan suara menyanyi dan menirukan orang sedang
menimang boneka. Namun dapat pula berupa gambar bentuk yang di mulai dari
menggambar pesawat terbang yang indah dengan bentuknya yang khas anak kemudian
selang beberapa menit gambar tersebut dicoret sampai menutup permukaan.
Disinilah ungkapan kesal pesawat musuh menembak pesawat idealnya.
2. Seni
membantu pertumbuhan mental
Ternyata contoh di
atas merupakan perkembangan simbol rupa yang terjadi pada saat anak ingin menyatakan
bentuk yang difikirkan, dirasa, atau dibayangkan. Bentuk-bentuk tersebut hadir
bersamaan dengan perkembangan usia mental anak. Pada suatu ketikapertumbuhan
badan seorang anak lebih cepat daripada perkembangan pikirannya. Ketidak
sejajaran perkembangan anak tersebut menyebabkan puls perkembangan gambar anak
dengan gambar lain yang normal, oleh karena itu terjadi variasi gambar anak.
Hal ini seiring dengan perkembangan nalar pada diri anak. Bagi anak yang
mempunyai perkembangan berbeda, dimana fungsi nalar sudah berkembang lebih
cepat dari pada ekspresinya maka peristiwa tersebut berpengaruh juga dalam
gambar.
Beberapa figur akan
diungkapkan berbeda dengan anak yang lainnya, anak di suatu tempat tidak akan
sama dengan yang lain. Namun, pada dasarnya pada usia SD yang lain.
Perkembangan emosi nya ditandai oleh perkembangan keseniannya. Kondisi ini akan
berubah jika perkembangan penalaran anak juga berubah. Sekitar tujuh sampai
dengan delapan tahun (antara kelas I dan II) merupakan usia perkembangan penalaran
anak, maka pikiran dan perasaan anak pun mulai berkembang memisah. Hasilnya
terdapat anak yang penalarannya dan perasaannya kuat. Biasanya tipe anak yang
kuat penalarannya cenderung menggambar dengan nuansa garis lebih dominan. Maka
figur atau obyek lukisan ditampilkan lebih realistik. Sedangkan anak bertipe
perasaan (emosional) ditunjukkan dalam gambar berupa blok-blok warna kuat
dimana terdapat satu figur yang diberi warna lebih menyolok dari pada yang
lain.
Dalam pandangan psikologi humanistik perkembangan anak tidak saja dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (teori behavioral) seperti teman-teman disekelilingnya,
guru kelas, atau pun orang tua saja, melainkan juga berasal dari faktor insting
sebagai internal faktor (teori psikoanalisis). Biasanya kedua faktor tersebut
berjalan saling mempengaruhi sacara seimbang. Misalnya fisik, intelektual,
emosional, dan interpersonal, serta interaksi antara semua faktor yang
mempengaruhi belajar dan motivasi belajar. Psikoanalisis sendiri menyatakan bahwa
dalam jiwa manusia berkembang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Barangkali
perkembangan ketiga ranah kejiwaan pun juga mempengaruhi perkembangan mental
dan selanjutnya berpengaruh terhadap cara cipta seni rupa. Psikologi humanistik
sendiri merupakan cabang psikologi yang memfokuskan pandangannya tentang teori
persepsi, respon terhadap kebutuhan internal individu dan dorongan aktualisasi
diri atau menjadi apapun yang diinginkan (Maslow, dalam Eggen & Kauchak,
1997)
Selanjutnya perkembangan intelektual, emosional, maupun persepsi dapat
dikategorikan sebagai perkembangan mental. Dalam skema pertumbuhan anak,
teruarai bahwa bisa terjadi urutan perkembangan usia yang tidak seimbang. Usia
kronologis (yaitu usia berdasarkan urutan yang dihitung sejak lahir) anak
berusia 6 tahun berkembang terus sesuai dengan tahun. Usia kronologis ini
kebetulan mempunyai perkembangan sejajar dan seiring dengan usia mental. Namun
pada usia pertumbuhan, badan anak kurang normal dibanding dengan kedua usia di
atas. Mungkin kerdil, atau bahkan lebih cepat matang kedewasaannya.
Perkembangan anak ini sedikit banyak mempengaruhi pola berkarya seni. Ketika
usia pertumbuhan badan normal belum tentu akan diikuti oleh perkembangan usia
mental. Mungkin hambatan psikologis keluarga dengan berbagai aturan pergaulan
dalm keluarga terlampau ketat maka perkembangan mental akan berbeda dengan anak
yang hidup dalam keluarga sesuai dengan adat dan pergaulan dengan masyarakat
lain. Jika selanjutnya dikaitkan dengan kebutuhan penciptaaan karya seni, maka
respon seseorang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Secara
harfiah, anak ingin memvisualisasikan dirinya dalam konteks tanggapan terhadap
lingkungan atau obyek.
3. Seni
membantu belajar bidang lain
Dalam mendidik dan
membimbing seorang anak diperlukan pengembangan kecerdasan yang berupa
linguistik (bahasa), matematika, visual (spasial), kinestetik (perasaan),
musikal, interpersonal maupun intuisi. Kecerdasan ini akan dimuculkan oleh
setiap mata pelajaran, namun demikian mempunyai karakteristik tugas misalnya
linguistik mengembangkan keberanian tampil mengemukakan pendapat. Jiuka seorang
anak tidak berani tampil maka pengetahuannya pun relatif tidak berkembang, maka
kesemuanya harus dilatihkan agar berjalan beriringan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar