BAB II
PEMBAHASAN
I.
PENTINGNYA
KESADARAN DALAM PERSPEKTIF GLOBAL
Menurut Kamus Filsafat yang ditulis
oleh Loren Bagus (1996) bahwa yang dimaksud dengan kesadaran adalah mengandung
arti keinsyafan terhadap ego, diri, atau benda. Kesadaran adalah kemampuan untuk
melihat dirinya sendiri sebagaimana orang lain dapat melihatnya. Dengan kata
lain kesadaran adalah “pengakuan diri”. Kesadaran muncul dari dalam diri kita
sebagai cetusan nurani. Kalau hal ini dikaitkan dengan perspektif global maka
kesadaran di sini adalah pengakuan bahwa kita adalah bukan semata-mata sebagai
warga suatu Negara tetapi juga warga dunia, yang mempunyai ketergantungan
terhadap orang lain dan bangsa lain, serta terhadap alam sekitar baik secara
lokal, nasional, maupun global. Dengan kesadaran itu muncul suatu pengakuan
bahwa masalah global perlu dipelajari, dipahami dan dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama, sehingga dalam berpikir, berucap, dan bertindak
menunjukkan dan mencerminkan adanya kepedulian, kepentingan, dan kemanfaatan.
Dalam kehidupan global yang pertama
kali harus disadari adalah bahwa manusia merupakan warga Negara global, sebagai
penduduk dunia yang memiliki hak dan kewajiban tertentu. Hak merupakan cornerstone
of citizenship (Stainer, 1996:20), merupakan inti dari kehidupan warga
dunia. Sedangkan kewajiban merupakan panggilan atau tanggung jawab atau tugas
kita sebagai warga dunia. Selain itu, perlu kita sadari bahwa di dunia ini
tidak hanya ada kita, akan tetapi pada orang lain yang bermukin di seluruh
belahan dunia. Oleh karena itu, kita harus banyak mempelajari tentang dunia dan
seisinya.
Oleh karena siswa kita merupakan
bagian dari dunia maka dia harus diberikan pengetahuan tentang keberadaan dia
sebagai penduduk dunia. Tugas guru adalah mengglobalkan pengetahuan dan sikap
serta kesadaran siswa terhadap dunia. Guru seperti ini adalah guru global atau Global
Teacher (Steiner, 1996).
Kesadaran tentang terjadinya
globalisasi adalah sikap menerima suatu kenyataan bahwa planet tempat kita
berada ini semakin menyempit dengan adanya terobosan di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sikap dalam menghadapi globalisasi ini adalah bukan melawan arus
globalisasi akan tetapi kita harus dapat “menjinakkan” globalisasi itu sendiri.
Globalisasi adalah suatu proses yang berlanjut, bila kita lambat mengikutinya
maka kita akan semakin ketertinggalan. Tetapi juga akan berakibat fatal apabila
kita salah dalam memperlakukannya.
Kita menyadari betul bahwa
perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) begitu pesat
menurut Makagiansar (Mimbar, 1989).
Kemajuan IPTEK ini ditandai dengan
berbagai temuan yang mengagumkan. Kita ketahui berbagai temuan dalam ilmu
pengetahuan yang berdampak dunia, misalnya tentang pengembangbiakkan makhluk
hidup melalui sel yaitu “cloning”, dan ditemukannya hijau daun (klorofil)
sebagai obat pembasmi kanker (Republika, 10 Februari 1998). Selain itu,
kemajuan dalam bidang teknologi informasi terutama penggunaan computer dan
satelit juga merupakan faktor yang mempercepat arus globalisasi ini. Masih
banyak contoh lainnya yang membuktikan bahwa kemajuan dalam IPTEK mempunyai
dampak secara global.
Perkembangan teknologi komunikasi
dimulai dengan diciptakannya pesawat telepon oleh Alexander Grahan Bell (Yaya,
1998) pada tahun 1976). Hal ini membawa perubahan besar terhadap teknologi
komunikasi. Teknologi komunikasi ini lebih diperkuat lagi dengan berkembangnya
teknologi computer yang diciptakan oleh Atansoff dan Clifford Berry tahun 1939.
Kedua teknologi tersebut secara bersinergi memberikan landasan yang kuat bagi
perkembangan teknologi komunikasi modern.
Dengan adanya teknologi telepon ini
tidak lagi mengenal batas administrasi Negara. Telepon mempunyai jangkauan yang
sangat jauh dan luas, namun demikian manusia tidak puas, selalu merasakan
adanya kekurangan, bagaimana kalau orang yang ditelepon tidak ada di tempat?
Bukankah komunikasi tersebut akan terhenti sampai di situ? Oleh karena itu,
para ilmuwan terus berpikir, maka munculah teknologi untuk mensinergikan
sehingga bersinerginya telepon dan computer sehingga muncul surat elektronik,
pager, telepon genggam, dan internet yang dapat mengatasi kekurangan teknologi
telepon seperti disebutkan di atas.
Teknologi merupakan alat dan jalan
untuk menggunakannya sangat tergantung pada orangnya. Apabila digunakan untuk hal
yang negatif maka teknologi menjadi sesuatu yang jelek dan menakutkan,
sebaliknya apabila digunakan untuk kepentingan yang positif maka teknologi
menjadi sesuatu yang baik dan sangat mengasyikkan. Di sinilah pentingnya
kesadaran dan wawasan agar teknologi lingkungan untuk kepentingan yang positif.
Saat ini, kita memasuki abad “duni
tanpa tapal batas” administrasi Negara. Kita merasakan bahwa dunia menjadi
semakin sempit, dan transparan. Suatu peristiwa yang terjadi di satu belahan
dunia akan dengan cepat diketahui di belahan dunia lainnya. Pengaruhnya dapat
menembus langsung ke pelosok-pelosok dunia. Untuk ini kita daoat mengetahui
dari Koran, televisi, radio, telepon, internet, e-mail, dan sebagainya. Inilah
teknologi komunikasi yang merupakan media informasi bagi manusia.
Sadarkah kita, bahwa di rumah saat
ini sudah dipenuhi dengan alat dan media sebagai hasil kemajuan teknologi,
misalnya TV, radio, telepon, parabola dan sebagainya. Alat dan media tersebut
mempersempit dunia. Kita dapat mengetahui apa yang terjadi di Timur Tengah,
Eropa, dan Amerikan secara sekejap.
Di sinilah kita memerlukan kesadaran
yang tinggi serta wawasan yang luas. Dengan kesadaran bahwa kita merasakan
adanya kebutuhan memahami masalah global, serta dengan wawasan yang luas kita
dapat memilih dan memilah informasi atau nilai mana yang diperlukan dan mana
yang tidak, mana yang sesuai dengan nilai budaya kita dan mana yang tidak.
Untuk mendukung kesadaran dan
wawasan kita diperlukan adanya landasan, seperti berikut ini;
- NASIONALISME (KESADARAN NASIONAL)
Imawan mengutip pendapat Haas (Yaya,
1998) bahwa nasionalisme yang kuat dapat menjadi pilar terhadap pengaruh buruk
dari perkembangan teknologi yang pesat ini. Nasionalisme menunjuk pada
totalitas kultur, sejarah, bahasa, psikologi serta sentiment social lainnya
yang menarik orang pada satu perasaan saling memiliki cita-cita maupun nilai
kemasyarakatan.
Nasionalisme adalah cinta tanah air
dengan prinsip baik buruk adalah negeriku. Namun dalam melaksanakannya
nasionalisme itu tidak disikapi secara kaku, atau merupakan kesetiaan yang
buta. Nasionalisme tetap perlu dilandasi oleh logika dan rasional.
Nasionalisme harus mampu menangkal
perbedaan suku, adat-istiadat, ras dan agama. Namun juga tidak lagi baik buruk
adalah negaraku dan bangsaku. Yang baik harus kita ambil dan yang buruk kita
tinggalkan. Kita memiliki kesadaran nasionalisme yang cukup kuat, misalnya
kesetiakawanan social, ketahanan nasional, dan musyawarah nasional.
- NORMA DAN AGAMA
Bangsa kita terkenal sebagai bangsa
yang agamis, patuh terhadap aturan dan norma yang ada, baik itu norma adat,
social, susila dan norma lainnya. Semua agama dan norma ini memberikan landasan
kepada bangsa kita untuk dapat memilih dan memilah informasi yang dapat kita
gunakan. Norma dan agama adalah pilar utama untuk menangkal pengaruh negative
seriring dan gelombang globalisasi.
- NILAI BUDAYA BANGSA
Bangsa kita memiliki nilai budaya
yang luhur, yang dapat dijadikan pilar dan filter terhadap berbagai pengaruh
yang negatif, serta sebagai pendukung bagi nilai dan pengaruh, yang membawa
dampak positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai contoh adalah
“Pela Gandong” di Ambon untuk landasan kerukunan, pepatah “guru kencing
berdiri, murid kencing berlari” untuk keteladanan, “rawe-rawe rantas malang-malang
putung” sebagai symbol kebersamaan, dan “silih-asah silih-asih dan silih-asuh
untuk acuan pendidikan masyarakat. Bukankah nilai budaya ini juga akan menjadi
faktor pendukung sekaligus pilar terhadap globalisasi.
Tiga hal tersebut merupakan faktor
pendukung dan sekaligus menjadi pilar terhadap pengaruh negative yang perlu
diperkokoh dalam rangka memasuki era globalisasi.
Marilah kita melihat kembali
globalisasi. Menurut Emil Salim (Mimbar Pendidikan, 1989), terdapat 4 bidang
kekuatan gelombang globalisasi yang paling menonjol, yaitu;
1. Kekuatan
pertama yang membuat dunia menjadi transparan dan sempit adalah gelombang
perkembangan IPTEK yang amat tinggi. Kekuatan ini Nampak antara lain penggunaan
computer dan satelit. Dengan teknologi ini sekaran orang dapat dengan cepat
dapat menghimpun informasi dunia dengan rinci tentang segala hal, misalnya
kekayaan laut, hutan, dan lain-lain. Dengan kemajuan IPTEK yang begitu kuat
pengaruhnya sehingga dapat mengubah perspektif atau sikap, pandangan dan
perilaku orang. Dengan kemajuan ini pula bahwa sekarang orang dapat
berkomunikasi dengan cepat dimanapun mereka berada melalui handphone,
internet, dan lain-lain.
2. Kekuatan
kedua adalah kekuatan ekonomi. Ekonomi global yang terjadi saat ini demikian
kuat, sehingga peristiwa ekonomi yang terjadi di suatu Negara akan dapat dengan
mudah diikuti dan memperngaruhi Negara lain. Globalisasi dalam ekonomi Nampak
sebagai suatu keterkaitan mata rantai yang sulit dilepaskan. Krisis moneter
yang melanda Indonesia saat ini, tidak terlepas dari kegiatan ekonomi di
Negara-negara ASEAN dan bahkan dunia.
3. Hal
ketiga yang paling banyak disoroti saat ini adalah masalah lingkungan hidup,
kita masih ingat tentang peristiwa kebakaran hutan di Indonesia yang berdampak
dunia. Pengaruh asap kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera dapat dirasakan
di Negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, bahkan Filiphina.
Dampaknya sangat terasa di seluruh dunia, dimana semua penerbangan ke Indonesua
tertunda karena adanya gangguan asap.
4. Politik
merupakan kekuatan keempat yang dirasakan sebagai kekuatan global. Misalnya
krisi Teluk dampaknya sangat dirasakan secara global di Negara-negara lain,
baik dalam segi politik maupun ekonomi. Adanya kekisruhan politik dalam negeri
juga berdampak besar terhadap perkembangan pariwisata, perdagangan dan
sebagainya.
Kalau kita cermati hal tersebut,
dampak yang dirasakan oleh dunia terhadap sesuatu gejala itu diakibatkan oleh
pesatnya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan IPTEK
menyebabkan cepatnya komunikasi antara orang yang satu dengan lainnya, antara
Negara satu dengan yang lainnya. Dengan demikian maka arus informasi akan
semakin cepat pula mengalirnya. Oleh karena itu diyakini bahwa orang yang
menguasai informasi itu yang akan menguasai dunia.
Masalah lingkungan hidup saat ini
sudah merupakan masalah dunia dan bukan hanya masalah Negara yang bersangkutan.
Kita masih ingat bahwa Singapura, Jepang, Australia, dan Amerika mengirimkan
bantuan ke Indonesia untuk memadamkan api tersebut. Bukankah itu menjadi bukti
bahwa masalah lingkungan hidup merupakan masalah global.
Benar apa yang dikatakan Adikusumo
(Mimbar Pendidikan, 1989) bahwa globalisasi adalah spectrum perubahan social
yang sulit diantisipasi. Perubahan berskala global berlangsung dengan dimensi
aspirasi manusia pada akhir abad 20, yang ditandai dengan cirri khas berupa
kekentalan informasi.
Globalisasi ditandai dengan abad
serba berubah, era kompetitif, dan era informasi. Oleh karena globalisasi
merupakan dampak dari kemajuan IPTEK maka untuk menguasainya juga kita harus
menguasai IPTEK. Salah satu cara untuk menguasai IPTEK ini adalah meningkatkan
pendidikan bangsa Indonesia.
Saat ini sering kita dengar istilah
alih teknologi. Inipun tidak akan menolong banyak tanpa kita menguasai
IPTEK-nya itu sendiri. Dengan menguasai IPTEK kita dapat menjinakkan
globalisasi. Dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kita tidak hanya
pintar mengekor, mengikuti arahnya globalisasi tanpa kendali, akan tetapi kita
harus dapat mengendalikan globalisasi sesuai dengan akar budaya bangsa kita
sendiri.
Kalau kita melihat kembali gelombang
dasyhat dari globalisasi ini, yaitu dalam bidang IPTEK, ekonomi, lingkungan dan
politik, maka faktor nasionalisme, norma dan agama, serta nilai budaya, secara
bersinergi dapat menjinakkan globalisasi. Globalisasi bukan lagi hal yang
menakutkan tetapi sesuatu yang didambakan. Perluanya sikap terbuka dan tanggap
terhadap persoalan global.
Sebagai seorang guru tidak perlu
kaget dan merasa asing terhadap globalisasi, akan tetapi diperlukan kesiapan
dengan menambah pengetahuan, meningkatkan kesadran dan mempeluas wawasan.
Selain itu juga diperlukan sikap terbuka untuk setian pembaruan.
Perlu kita sadari bahwa globalisasi
mempunya dampak positif dan negatif. Positif karena kita dapat mengambil
keuntungan dengan perkembangan ilmu dan kemajuan dari Negara lain, akan tetapi
akan berubah menjadi dampak negative apabila kita tidak mempersiapkan diri
dengan berbagai bekal pengetahuan, norma dan ideology yang kuat. Apabila kita
tidak siap kita akan tergilas, dan jauh ketinggalan bangsa lain.
Dalam kaitannya dengan globalisasi
ini ada suatu mitos yaitu “think globally and act”. Orang harus berfikir
dan berwawasan secara global, akan tetapi tidak melupakan landasan kita yaitu
nasionalisme, agama dan norma serta nilai budaya yang ada, karena itu sebagai
identitas bangsa kita. Namun kita juga tidak perlu meninggalkan masalah lokal
karena kita hadapi dan kita rasakan secara langsung sehari-hari. Untuk
kepentingan global kita harus mulai dari masalah lokal. Inilah yang menurut
Steiner (1996) sebagai peran “global teacher” atau guru global, yaitu
kita yang berwawasan global namun bertindak dari lokal sehingga mencapai yang
lebih lokal. Sebagai contoh adalah peristiwa kebakaran hutan, walaupun
dampaknya mendunia dan mengglobal, namun kita tidak perlu menunggu bantuan dari
PBB untuk memadamkannya. Kita sendiri berusaha untuk memadamkannya, karena itu
terjadi di daerah kita.
Sebaliknya ada masalah-masalah
global yang berdampak lokal atau nasional. Sebagai contoh adalah pengaruh La
Nina yang menyebarkan perubahan musim yang tidak teratur, ini disebabkan
oleh adanya penurunan suhu udara di sekitar daerah ekuator. Akibatnya
memperngaruhi system pertanian di daerah kita. Untuk ini kita harus
menyesuaikan dengan perubahan system tersebut, misalnya jenis tanaman, serta
penyesuaian musim tanam.
Cirri-ciri globalisasi yaitu,
a. Padat
informasi
b. Kompetisi
yang sehat
c. Komunikasi
yang lancar
d. Keterbukaan
Dengan demikian dalam era
globalisasi ini informasi menjadi sangat penting, maka kuasailah informasi.
Informasi ibarat darah dalam tubuh apabila kita ingin bertahan hidup maka kita
harus menguasai informasi.
Dalam globalisasi kita menyadari
bahwa setiap bangsa adalah saling bersaing dan berpacu dengan segala perubahan
dan kemajuan. Kita akan kalah dalam persaingan kalau kita tidak siap dan tidak
mengantisipasinya. Kesiapan kita dalam bersaing adalah penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Menurut Mochtar Buchari (Mimbar
Pendidikan, 1989), peningkatan daya saing itu adalah dalam hal berikut ini;
1. Peningkatan
produksi dan mutu produk.
2. Penguasaan
bahasa Inggris sebagai bahasa yang digunakan secara internasional.
3. Penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
4. Penguasaan
IPTEK.
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Menurut Kamus Filsafat yang ditulis
oleh Loren Bagus (1996) bahwa yang dimaksud dengan kesadaran adalah mengandung
arti keinsyafan terhadap ego, diri, atau benda. Kesadaran adalah kemampuan
untuk melihat dirinya sendiri sebagaimana orang lain dapat melihatnya. Dengan
kata lain kesadaran adalah “pengakuan diri”. Kesadaran muncul dari dalam diri
kita sebagai cetusan nurani. Kalau hal ini dikaitkan dengan perspektif global
maka kesadaran di sini adalah pengakuan bahwa kita adalah bukan semata-mata
sebagai warga suatu Negara tetapi juga warga dunia, yang mempunyai
ketergantungan terhadap orang lain dan bangsa lain, serta terhadap alam sekitar
baik secara lokal, nasional, maupun global. Dengan kesadaran itu muncul suatu
pengakuan bahwa masalah global perlu dipelajari, dipahami dan dimanfaatkan
untuk kepentingan bersama, sehingga dalam berpikir, berucap, dan bertindak
menunjukkan dan mencerminkan adanya kepedulian, kepentingan, dan kemanfaatan.
Landasan kesadaran dalam perspektif
global dibagi menjadi tiga yaitu nasionalisme, norma dan agama, nilai budaya
dan bangsa. Seorang yang dikatakan sadar terhadap perspektif global adalah yang
berpikiran global namun bertindak lokal.
- SARAN
Adapun saran bagi calon pendidik
adalah hubungkan pelajaran yang akan diajari oleh siswa dengan perkembangan
IPTEK dan perkembangan global lainnya sehingga wawasan menjadi luas. Namun
bukan berarti bahwa meninggalkan hal yang di sekililing kita. Tetap pada
koridor yang jelas. Seorang guru harus memiliki pemikiran yang mengglobal namun
bertindak lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Sumaatmadja,
Nursid. 2007. Perspektif Global. Jakarta: Universitas Terbuka
Daftar
Situs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar