A.
Pengartian Anak
Didik
Anak didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pendidikan. Sosok anak didik umumnya merupakan
ssosok anak yang membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat tumbuh dan
berkembang ke arah kedewasaan, ia adalah sosok yang selalu mengalami
perkembangan sejak lahir sampai meninggal dengan perubahan-perubahan yang
terjadi secara wajar (Sutari Imam Barnadib, 1995; dalam buku Ilmu Pendidikan,
Dwi siswoyo dkk. 2007). Istilah peserta didik pada pendidikan formal atau sekolah
jenjang dasar dan menengah dikenal dengan nama anak didik atau siswa.
Anak didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Anak didik masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri dan serba kekuramgan dibanding orang dewasa, namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Beberapa hakikat anak didik dan implikasinya terhadap pendidikan, yaitu:
Anak didik sangat tergantung dan membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan kedewasaan. Anak didik masih dalam kondisi lemah, kurang berdaya, belum bisa mandiri dan serba kekuramgan dibanding orang dewasa, namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar biasa yang memungkinkan tumbuh dan berkembang melalui pendidikan. Beberapa hakikat anak didik dan implikasinya terhadap pendidikan, yaitu:
1.
Anak didik
bukan merupakan miniature orang dewasa, akan tetapi memiliki dunia sendiri.
2.
Anak didik
adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan
pertumbuhan.
3.
Anak didik
adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani
maupun rohani yang harus dipenuhi.
4.
Anak didik
adalah makhluk Tuhan yang memiliki perbedaan individual.
5.
Anak didik
terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6.
Anak didik
adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis.
B.
Pengaruh
Pendidikan Agama pada Siswa
Pendidikan,
apa pun jenisnya, pasti punya pengaruh pada yang terlibat di dalamnya. Terutama
pada siswa. Pengaruh ini, bukan sebatas kecerdasan dan kecendiakaan saja.
Pengaruh ini, terobosannya, sampai pula menyentuh relung-relung terdalam jiwa
siswa. Juga, menyentuh kesadaran siswa terhadap kenyataan di dalam dan di luar
dirinya. Disamping, tentunya, menyentuh kesadaran spiritual siswa.
Bicara
soal kesadaran spiritual siswa, tak bisa lepas dari masalah agama. Dengan
demikian, tak bisa lepas pula dari pendidikan agama yang siswa dapat di
sekolah.
Pendidikan
agama, memang, pengaruhnya lebih dominan memperkaya dan mempertebal kesadaran
spiritual siswa. Kesadaran mana, terejawantah lewat sikap dan laku selaras
agama anutan mereka. Namun demikian, bukan berarti, pengaruh lain pendidikan
agama tidak ada pada siswa. Pengaruh lain ini, lebih dari satu. Apa saja
rupa pengaruh itu?
1)
Pengaruh
Psikologi
Pada dasarnya, bidang-bidang pokok
bahasan yang ada dalam kurikulum agama menyangkut etika, filsafat dan
kaidah-kaidah serta akidah-akidah yang menyangkut tata pelaksanaan praktis
agama.
Baik etika,filsafat maupun kaidah-kaidah
dan akidah-akidah, disadari atau tidak, secara psikologi telah membentuk jiwa
siswa. Membentuk bagaimana? Etika, menjadikan jiwa siswa faham akan
pekerti dan budi laksana yang diwajibkan agama. Faham dimaksudkan disini,
bukan sebatas tatanan teoritis saja. Melainkan, juga, faham menjalankan
dalam mekanika praktek nyata. Dengan demikian, secara bertahap, jiwa siswa
terbentuk kearah karakter aagamawi. Karakter agamawi, pada dasarnya,
karakter yang tegar menegakkan nilai-nilai agama kapan dan di manapun. Arah
karakter agamawi ini jauh dari maksud membentuk kader-kader agama berpandangan
pundamentallistik ekstrim. Sebab manusia berkarakter agamawi, manusia yang
jiwanya dibuka lebar-lebar oleh agama. Ini berarti agama berkarakter agamawi
bukan manusia yang jiwanya diblelenggu agama, sehingga memandang agama sebagai
satu-satunya azas hidup yang paling mulia.
Pada hakekatnya, manusia yang
berkarakter agamawi, manusia yang telah dilarahkan agama sebagai sosok atau
figur beragama yang punya persepsi dan visi agama luas. Sebab, etika yang
ditransformasikan dalam pendidikan agama, bukan belenggu yang diikatkan pada
jiwa siswa. Melainkan, cahaya budi yang dipancarkan guna memperluas pandangan
mata jiwa siswa.
Kemudian filsafat membentuk jiwa
siswa agar menjadi kritis. Kritis dalam hal menaggapi terobosan-trobosan yang
ditimba dalam dunia sekolah. Dengan demikian, bisa diartikan, pendidikan agama
disekolah berperan serta membentuk umat beragama yang kritis konstruktif.
Sesungguhnya makin klritis umat
satu agama, makin tangguhlah umat agama bersangkutan. Terlebih sifat
kritis yang dimiliki bernilai konstruktif. Sebab, tanpa memiliki umat
kritis konstruktif, agama bersangkutan sulit menjadi makin tangguh dan kokoh.
Agama, betapapun, tak bisa lepas dari umat penganutnya.
Umat agama yang kritis konsumtif,
pada dasarnya, umat agama yang tangguh. Umat agama yang tangguh, pada dasarnya
umat yang setia. Siswa yang kritis konstruktif sebagai umat, dengan demikian,
siswa yang tangguh dan punya nilai kesetiaan pada agama anutan mereka sangat
luar biasa. Karena itu, dengan tidak meragukan lagi, siswa seperti itu, siswa
yang menjalankan kaidah – kaidah dan akidah-akidah agama dengan ketangguhan dan
kesetiaan sangat luar biasa.
2) Pengaruh Sosial
Pendidikan agama, bisa dipastikan,
mengajarkan pula kepada siswa: menghargai dan meletakkan pada posisi sesama
pada proporsi yang layak. Inti ajaran ini, sedikit banyak ternukil pada
pengarahan untuk menjungjung kebaikan dalam mengemban hidup bersama. Dalam arti
lain, mengemban keseimbangan kosmos sosial atau keseimbangan kosmos
kemasyarakatan.
Menunjuk hal terakhir tadi, bisa
dikatakan, pendidikan agama berpengaruh terhadap pribadi siswa untuk bisa
meletakkan diri sebagai individu dalam jagat kemasyarakatan. Atau, berpengaruh
terhadap pribadi siswa untuk berperan aktif dalam menegakkan tata kehidupan
bersama.
3)
Pengaruh
Manusiawi
Perihal pengaruh manusiawi
pendidikan agama pada siswa, kebenarannya sudah tak bisa ditolak lagi. Kenapa?
Pendidikan agama, adalah pendidikan yang memanusiakan manusia. Memanusiakan
manusia, artinya menjadikan manusia lebih faham dan lebih menghayati perihal
keberadaannya sebagai manusia. Juga, sebagai sosok bereksistensi. Bisa nuga
dikatakan, menjadikan manusia yang lebih tahu dan lebih kenal fitrah dirinya
sendiri.
Manusia yang kenal dirinya sendiri,
sesungguhnya manusia yang telah matang pengetahuannya tentang harkat dan
hakekat manusia. Manusia yang kenal diri sendiri, sesungguhnya, manusia yang
mempunyai kesadran nya terhadap nilai jati diri manusia. Manusia yang kenal
diri sendiri, sesungguhnya manusia yang yang terdidik untuk mengajengi prinsip:
manusia dilahirkan untuk meletakkan sesama sebagai makhluk mulia ciptaan Yang
Maha Mulia.
Dari sini, bisa ditarik garis kecil
estimasi. Yakni, pendidikan agama, menjadikan siswa bukan hanya sadar akan
eksistensinya sebagai manusia individu saja. Melainkan juga, menjadikan siswa
insyaf terhadap eksistensinya sebagai makhluk sosial. Ini berarti, siswa
dijadikan sebagai sosok yang tidak secara membabibuta mengukuhkan ego atas
eksistensinya. Ego, memang fitrah manusiawi manusia. Namun meletakkan ego di
atas eksistensi kemanusiaan, sama dengan menceburkan fitrah manusiawi sendiri
ke parit individualistik ekstrim. Pendidikan agama, jelas, bukan menjadikan
siswa sebagai manusia yang menyetiai individualistik ekstrim. Sebab ini, bukan
memanusiakan manusia.
C.
Hubungan
Agama dengan Ilmu Pengetahuan Sosial
Dalam
situasi yang semakin global seperti sekarang ini manusia dibedakan kepada
berbagai tantangan, disamping peluang dan kesempatan dalam keadaan demikian
dijumpai adanya manusia yang berhasil menyikapi kehidupan global secara lebih
bermakna dan berdaya guna, tetapi malah ada juga yang tidak tahu arah yang
harus dituju.
Dan ilmu
pengetahuan sosial diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif strategis
bagi pengembangan manusia pada situasi global sekarang ini. Namun, demikian
ilmu pengetahuan sosial dinilai sudah mulai atau hampir gagal dalam memberikan
pemecahan masalah sosial yang muncul dalam era globalisasi, karena dasar-dasar
dan prinsip-prinsip yang dijadikan landasan dalam ilmu pengetahuan sosial
tersebut berasal dari filsafat Barat yang bertumpu pada logika rasional dan
cara berpikir empirik.
Dan salah
satu upaya mengatasi kebuntuan dari ilmu pengetahuan sosial yang demikian itu,
agama diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap berbagai masalah yang berkaitan
dengan masalah sosial, ekonomi, politik, keamanan maupun kemakmuran, dan lain
sebagainya. Sehingga kehadiran agama tersebut secara manfaatnya para penganut
agama.
D.
Implikasi
Keragaman Pendidikan Anak Terhadap Pengajaran IPS
Untuk dapat menghadapi bahan belajar dengan baik, siswa dituntut
menunjukan adanya perhatian.Perhatian seseorang terhadap sesuatu tampak dari
gerak-geriknya. Misalnya hal itu tampak dari bagaimana ia melihat benda yang
dihadapinya. Dengan perkataan lain perhatian akan tampak dari cara bagaimana ia
“menghadirkan” dirinya terhadap sesuatu. Sebagai contoh apabila seorang guru
sedang berdiskusi dengan siswa-siswanya tentang sesuatu masalah diharapkan
semua peserta diskusi menghadirkan diri masing-masing untuk memecahkan
masalah.Apabila terjadi yang demikian maka kita dapat menyatakan bahwa mereka
menaruh perhatian dalam diskusi. Akan tetapi apabila beberapa peserta berbicara
dengan temannya tentang hal lain kita katakan mereka tidak memperhatikan
terhadap apa yang sedang dihadapi. Parhatian tertuju pada sesuata yang tetentu,
tidak bersifat menyebar tak terbatas.
Perhatian menjadi titik awal yang mengarah pada belajar.Perhatian
menjadi prasyarat dalam belajar. Dengan adanya perhatian si pelajar akan
menghadirkan diri dan mereaksi sedemikian rupa terhadap stimulus. Dengan
demikian terjadilah peristiwa belajar, walaupun mungkin tidak disadari
sepenuhnya.Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
peristiwa berkesinambungan selama kita sadar dan mereaksi terhadap setiap stimulus.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa belajar akan terjadi selama seseorang memperhatikan
apa yang dihadapinya.
Perhatian bukanlah belajar, namun dengan belajar akan timbul
ketertarikan oleh sesuatu yang dihadapi. Dengan demikian perstiwa belajar
diharapkan dapat terjadi.Maka ada penulis yang beranggapan bahwa perhatian
dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum.Namun perlu diingat bahwa yang
dijadikan acuan bukan perhatian siswa pada masa anak.Sebaliknya, yang dapat
dijadikan acuan ialah perhatian yang “baru” diarahkan.Apabila perhatian masa
anak-anaknya yang dijadikan acuan berarti mengacu pada perhatian yang masih
terbentuk, masih sempit dan masih aneh.Oleh karena itu, perhatian yang menjadi
acuan adalah yang sudah mendapat warna dari pengaruh pendidikan di sekolah.
Pada umumnya perhatian anak-anak masih belum dapat bertahan lama.Oleh karena itu guru seyogyanya mampu membangkitkan perhatian siswa.Hal ini mungkin dicapai dengan jalan penngalan waktu di SD tidak terlalu panjang.Disamping itu peristiwa belajar diusahakan cukup bervariasi.Yang lebih penting adalah perlu diusahakan supaya sajian dapat menarik siswa. Guru dituntut bukan hanya berupaya mengarahkan perhatian siswa agar tetep terjaga, melainkan juga tetap mengarahkan perhatian siswa kepada hal-hal pokok. Kenyataannya perhatian siswa SD, terutama kelas rendah hanya dapat bertahan singkat, berarti dalam waktu tertentu perhatian mereka terarah pada banyak hal.Perhatain anak juga mudah beralih.Perhatian mereka tidak mudah terarah pada suatu pokok saja. Akibatnya hanpir sama dengan daya tahan perhatian anak. Hal ini selanjutnya berarti bahwa dalam jangka waktu tertentu anak-anak dapat tetarik pada banyak hal.Dalam waktu tertentu perhatian mereka berpindah-pindah.
Pada umumnya perhatian anak-anak masih belum dapat bertahan lama.Oleh karena itu guru seyogyanya mampu membangkitkan perhatian siswa.Hal ini mungkin dicapai dengan jalan penngalan waktu di SD tidak terlalu panjang.Disamping itu peristiwa belajar diusahakan cukup bervariasi.Yang lebih penting adalah perlu diusahakan supaya sajian dapat menarik siswa. Guru dituntut bukan hanya berupaya mengarahkan perhatian siswa agar tetep terjaga, melainkan juga tetap mengarahkan perhatian siswa kepada hal-hal pokok. Kenyataannya perhatian siswa SD, terutama kelas rendah hanya dapat bertahan singkat, berarti dalam waktu tertentu perhatian mereka terarah pada banyak hal.Perhatain anak juga mudah beralih.Perhatian mereka tidak mudah terarah pada suatu pokok saja. Akibatnya hanpir sama dengan daya tahan perhatian anak. Hal ini selanjutnya berarti bahwa dalam jangka waktu tertentu anak-anak dapat tetarik pada banyak hal.Dalam waktu tertentu perhatian mereka berpindah-pindah.
Selanjutnya ada sifat anak yang perlu mendapat perhatian kita. Pada
umumnya anak-anak tertarik cara kerja benda-benda. Hal ini tidak mengherankan
karena umumnya anak tetarik oleh sesuatu yang bergerak.Akibatnya selanjutnya
ialah anak ingin mengetahui sebab terjadinya sesuatu.Yang juga berarti mereka
ingin tahu bagaimana timbulnya sesuatu, yang membawa anak tertarik kepada
sejarah timbulnya sesuatu.Oleh kerena itu dalam batas tertentu mereka tertarik
oleh sesuatu yang berjauhan juga.Jauh dalam arti jarak maupun dalm arti waktu,
ialah sesuatu yang jauh dan tentang zaman lampau.
Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa anak hidup dalam dunia
yang beragam dan imaginatif.Agaknya sifat IPS yang terpadu dengan pendekatan
multi atau interdisipliner dapat mewadahi keragaman perhatian anak.Bahan belajar
dalam IPS cukup beragam.Yang mungkin sulit ditangani ialah supaya bahan yang
beragam itu dapat lebih “hidup”.Artinya supaya para siswa ditangani untuk
mencurahkan perhatian mereka terhadap berbagai segi kehidupan masyarakat secara
luas.
E.
Sifat Ingin Tahu
Anak Didik Terhadap IPS
Sifat keingintahuan anak begitu besar.Keingintahuan paling tidak
seiring dengan perhatian.Ditinjau dari segi belajar maka keingintahuan juga
merupakan gerak awal menuju belajar.Keingintahuan merupakan dorongan untuk
mengeksplorasi dunia sekeliling.Sehubungan dengan itu anak yang rasa ingin
tahunya besar biasanya mempunyai pengalaman yang luas, mempunyai kemampuan
tinggi dan lebih berhasil dalam menghadapi dunia luar.Tindakan eksploratif
memungkinkan si anak mencari terus sampai keingintahuannya terpuaskan.Akan
tetapi sifat ingin tahu umumnya tidak bersifat siklis melainkan bersifat
spiralis. Artinya pada saat ingin tahu awal terpuaskan maka apa yang dihadapi
telah berubah ke arah di atasnya. Hal ini akan memacu keingintahuan berikutnya,
dan begitulah seterusnya. Dengan demikian maka sifat ingin tahu akan terus
tertantang. Hal semacam ini agaknya lebih menantang pada anak dari pada orang
dewasa.
Ditinjau dari anak maka usaha mengeksplorasi sebagai pencerminan
keingintahuan akan memberi pengalaman yang memuaskan. Pengalaman seperti itu
mungkin akan memacu untuk terus melakukan eksplorasi. Sedangkan apabila hasil
eksplorasi itu memberikan pengalaman yang tidak memuaskan hal ini akan
menghambat eksplorasi berikutnya. Jadi guru perlu waspada dalam mendorong
belajar, khususnya banyak belajar bahan IPS.
Keberhasilan dalam menunaikan eksplorasi mempunyai dampak yang besar dalam kegiatan belajar.Hal ini mencerminkan keberhasilan dalam memenuhi keingintahuan dan mempunyai hubungan positif dengan kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga akan memberi pengaruh kepada usaha memenuhi keingintahuan. Yang selanjutnya kepercayaan diri mendorong untuk mencapai hasil belajar yang tinggi.Jadi antara keinginan bereksplorasi dan kehendak mencapai hasil yang tinggi terhadap hubungan.
Keberhasilan dalam menunaikan eksplorasi mempunyai dampak yang besar dalam kegiatan belajar.Hal ini mencerminkan keberhasilan dalam memenuhi keingintahuan dan mempunyai hubungan positif dengan kepercayaan diri. Kepercayaan diri juga akan memberi pengaruh kepada usaha memenuhi keingintahuan. Yang selanjutnya kepercayaan diri mendorong untuk mencapai hasil belajar yang tinggi.Jadi antara keinginan bereksplorasi dan kehendak mencapai hasil yang tinggi terhadap hubungan.
Karena sifat ingin tahu sangat erat dengan perhatian maka dampak
sifat ingin tahu tidak akan jauh dari dampak perhatian. Perhatian dan sifat
imajinatif mendoring seseorang untuk lebih tahu. Gejala-gejala kehidupan dalam
masyarakat begitu kompleks.Banyak peristiwa dalam masyarakat yang sebab
musababnya bersifat berangkai.Hal-hal tersebut dapat mendorong para siswa untuk
menyusun hipotesis tentang kejadian sebenarnya atau sebab-sebab timbulnya.Para
siswa didorong untuk mencari berbagai kemungkinan asal-usul atau sebab-musabab
timbulnya sesuatu.Hal ini dapat dipergunakan dalam pengajaran IPS yang sering
menghadapi hal-hal yang sifatnya tentative.
DAFTAR
PUSTAKA
Djodjo
Suradisastra, dkk. 1991. Pendidikan IPS 3. Jakarta: Depdikbud.
Dwi
Siswoyo, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar