PROFESIONALISME GURU PKR
A. Guru Profesional
Guru merupakan bagian penting dalam sistem pendidikan,
khususnya di sekolah. Guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui
kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya
meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek guru. Kepercayaan,
keyakinan dan penerimaan masyarakat terhadap guru merupakan substansi dari
pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut
mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai, tidak hanya pada
tataran normatif saja namun juga menyangkut pengembangkan kompetensi yang
dimiliki, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, professional maupun sosial
dalam ranah aktualisasi kebijakan pendidikan.
Guru profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan
profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Guru profesional
harus memiliki pengalaman mengajar, kapasitas intelektual, moral, keimanan,
ketaqwaan, disiplin, tanggungjawab, wawasan kependidikan yang luas, kemampuan
manajerial, trampil, kreatif, memiliki keterbukaan profesional dalam memahami
potensi, karakteristik dan masalah perkembangan peserta didik, mampu
mengembangkan rencana studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan
meneliti dan mengembangkan kurikulum. Guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru
profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki
pengalaman yang kaya di bidangnya.
Menurut UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Selanjutnya menurut (Chandler, 1960), sebagaimana
dinukil R. Kunjana Rahardi, hal-hal yang berkenaan dengan profesi dapat diungkapkan
sebagai berikut:
1.
Menunjukkan bahwa orang yang
memegang profesi itu hendaknya lebih mementingkan layanan kemanusiaan daripada
kepentingan pribadinya. Dasar untuk ciri yang pertama ini adalah sikap
altruistik dari seseorang. Dengan demikian
semakin orang itu bersifat egois apalagi egois itu cenderung sempit, akan
semakin sulitlah orang itu untuk menjadi profesional dalam hidupnya. Dikatakan
demikian karena orang yang tidak memiliki jiwa altruistik (mementingkan orang
lain) akan cenderung untuk menganggap dirinyalah yang lebih dari yang lainnya.
Orang yang demikian ini cenderung tidak memiliki sikap positif terhadap
sesuatu.
2.
Masyarakat mengakui bahwa profesi
itu mempunyai status yang tinggi. (Harbison, 1962) dalam Human Resource Development Planing in Modernizing Economies menyebut
bahwa orang yang yang berprofesi itu sebagai high-level manpower. High-level
manpower itu dapat dibedakan menjadi dua yaknikelompok yang ia sebut sebagai
sub-professional (pegawai kantor, sekretaris, guru, dosen) dan kelompok
full-professional (dokter, ekonom, ilmuwan). Kedua golongan yang telah
disebutkan itu, semuanya memegang sebuah profesi dalam bidangnya masing-masing
dan profesi yang dipegang tersebut berstatus baik dalam suatu masyarakat.
3.
Praktek pofesi itu didasari oleh
penguasaan dan penghayatan terhadap pengetahuan yang secara khusus dan penuh
ketekunan. Pengetahuan yang pada gilirannya akan menjadi sebuah ilmu
pengetahuan itu, sumbernya harus nyata, jelas dan mapan. Praktek kerja tukang
sihir, tukang klenik dan tukang santet, tidak dapat dikategorikan sebagai suatu
profesi dalam pembicaraan ilmiah. Dikatakan demikian karena syarat ketiga agar
suatu kerja dapat disebut sebagai suatu profesi tidak dapat dipenuhi oleh
tukang sihir, tukang klenik maupun tukang santet.
4.
Profesi itu selalu bersifat
menantang orang-orang yang terlibat di dalamnya agar memiliki keaktifan
intelektual dan keahlian/kemahiran. Adanya kreatifitas intelektual dan
kemahiran itu merupakan salah satu ciri mendasar bagi si pemegang profesi.
Sehubungan dengan ciri yang keempat ini dapat disampaikan bahwa si pemegang
profesi hendaknya memiliki sifat aktif, proaktif (tidak menunggu), kreatif (ada
inovasi dalam hidupnya). Dalam sebuah profesi selalu perlu diupayakan apa yang
disebut dengan istilah pertumbuhan profesi (professional growth) sebagai salah
satu bentuk kreativitas intelektual/kemahiran. Kelompok orang profesional itu
biasanya suka membentuk kelompok-kelompok profesional dalam bidangnya
masing-masing utnuk membentuk masyarakat intelektual professional (intelectual
society) dan melakukan kegiatan latihan-latihan intelektual (intelectual
exercises) untuk mengembangkan keprofesionalannya. Inilah dasar dari
terbentuknya ikatan-ikatan profesional seperti Ikatan Dokter, Ikatan
Sekretaris, Ikatan Perawat dan sebagainya. Dalam sebuah ikatan biasanya
solidaritas antar anggota terjalin sangat kuat.
5.
Adanya moral atau etika serta
perilaku dan tindak-tanduk, baik dari individu maupun kelompok profesional itu.
Orang profesional akan selalu mempertimbangkan nilai-nilai moral dan etis dalam
menjalankan profesinya. Terjadinya banyak kasus pelecehan profesi disebabkan
karena pemegang profesi itu tidak lagi memegang dan mengimani ciri profesi yang
kelima ini.
Profesionalisme menjadi tuntutan
setiap pekerjaan. Apalagi profesi guru yang sehari- hari menangani makhluk hidup bernama siswa (baca: peserta didik) dengan
berbagai karakteristik yang masing-masing individu berbeda. Pekerjaaan sebagai
guru menjadi lebih berat tatkala menyangkut peningkatan kemampuan anak didiknya,
sedangkan kemampuan dirinya mengalami stagnasi.
Semua guru sebenarnya memiliki
komitmen yang sama ingin mencerdaskan anak bangsa. Dewasa ini image seorang
guru dimata masyarakat bergeser bahwa guru pada masa kini tidak lagi memiliki
pengabdian tinggi di dunia pendidikan seperti masa-masa lalu, yang benar-benar
ingin mengabdikan hidupnya untuk mendidik biarpun tanpa imbalan yang layak,
tapi guru adalah sebuah profesi yang dihargai sebagai layaknya sebuahprofesi. Syarat sebagai guru profesionalmemang
merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru. Guru profesional merupakan
impian semua guru (di Indonesia).
Untuk menjadi seorang guru profesional tidaklah sulit, karena profesionalnya
seorang guru datang dari guru itu sendiri.
Kemampuan profesional
ini meliputi :
1.
Menguasai landasan
kependidikan
a.
Mengenal tujuan
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
b.
Mengenal fungsi sekolah
dalam masyarakat
c.
Mengenal
prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses
belajar mengajar
2.
Menguasai bahan
pengajaran
a.
Menguasai bahan
pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah
b.
Menguasai bahan
pengayaan
3. Menyusun
program pengajaran
a. Menetapkan
tujuan pembelajaran
b. Memilih
dan mengembangkan bahan pembelajaran
c. Memilih
dan mengembangkan strategi belajar mengajar
d. Memilih
dan mengembangkan media pengajaran
e. Memilihi
dan memanfaatkan sumber belajar
4.
Melaksanakan program
pengajaran
a. Menciptakan
iklim belajar mengajar yang tepat
b. Mengatur
ruangan belajar
c. Mengelola
interaksi belajar mengajar
5. Menilai
hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan, yaitu :
a. Menilai
prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
b. Menilai
proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
Berdasarkan paparan masing-masing ahli
dapatlah penulis simpulkan tentang kompetensi guru yang berkaitan dengan tugas
mengajar yaitu :
1. Kompetensi
guru dalam melaksanakan bimbingan belajar
2. Kompetensi
guru dalam melakukan administrasi pembelajaran.
3. Kompetensi
guru dalam menguasai bahan/materi pelajaran.
4. Kompetensi
guru dalam menyusun program pengajaran
5. Kompetensi
guru dalam pengelolaan pembelajaran
6. Kompetensi
guru dalam menguasai evaluasi pembelajaran.
Makin kuatnya tuntutan akan
profesionalisme guru bukan hanya berlangsung di Indonesia, melainkan di
negara-negara maju. Misalnya, di Amerika Serikat isu tentang profesionalisasi
guru ramai dibicarakan mulai pertengahan tahun 1980-an. Hal itu masih
berlangsung hingga sekarang.
Untuk menjadi
professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni:
1. Guru
mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen
tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswannya.
2.
Guru menguasai secara mendalam
bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa.
Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
3.
Guru bertanggung jawab memantau
hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan
dalam perilaku siswa sampau tes hasil belajar.
4.
Guru mampu berpikir sistematis
tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus
selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa
yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana
yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
5. Guru
seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya (Supriadi, 1999:98).
Dalam konteks aplikatif, kemampuan profesional guru
dapat diwujudkan dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yaitu:
1.
Menguasai materi, meliputi:
menguasai materi bidang studi dalam kurikulum serta menguasai materi
pengayaan/penunjang bidang studi.
2.
Mengelola program belajar-mengajar,
meliputi: merumuskan tujuan pembelajaran, mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran
yang tepat, melaksanakan program belajar-mengajar serta mengenal kemampuan anak
didik.
3.
Mengelola kelas, meliputi: mengatur
tata ruang kelas untuk pelajaran serta menciptakan iklim belajar-mengajar yang
serasi.
4.
Menggunakan media atau sumber, meliputi:
mengenal, memilih dan menggunakan media, membuat alat bantu yang
sederhana, menggunakan perpustakaan
dalam proses belajar-mengajar serta menggunakan micro teaching untuk unit
program pengenalan lapangan.
5.
Menguasai landasan-landasan
pendidikan.
6.
Mengelola interaksi-interaksi
belajar-mengajar.
7.
Menilai prestasi siswa untuk
kepentingan pelajaran.
8.
Mengenal fungsi layanan bimbingan
dan konseling di sekolah, meliputi:
mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling serta
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
9.
Mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah.
10. Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran (Suryasubrata,1997:4-5).
Untuk mewujudkan profesinalisme seorang guru membutuhkan
suatu proses. Guru disebut profesional tidaklah secepat membalik telapak
tangan. Salah satu cara untuk mewujudkan prfesionalisme seorang guru adalah
dengan melakukan suatu pembinaan. pembinaan guru profesional yang dimaksudkan
di sini adalah cara kerja atau alur kerja pembinaan guru profesional. Mekanisme
pembinaan guru professional pada dasarnya berbebentuk kegiatan pembinaan
kinerja pendidik yang berkaitan dengan kegiatan pokok, yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing
dan melatih pserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan.
B. Pembinaan Guru Profesional
Untuk mendapatkan kualitas guru PKR
seperti tersebut di atas diperlukan berbagai sarana pembinaan profesional guru
yang dapat dimanfaatkan
secara mandiri oleh setiap guru antara lain sebagai berikut :
1. Dibawah
koordinasi kepala sekolah mengadakan dan membiasakan perencanaan PKR secara
bersama oleh guru- guru SD satu sekolah misalnya dalam menyusun jadwal,
menetapkan kelas- kelas yang dirangkap, menata ruangan, memamfaatkan sumber
belajar, dan memecahkan masalah yang dihadapi.
2. Dibawah
koordinasi kepala kantor Depdibud setempat mengadakan dan mengupayakan kerja
sama antara SD satu dengan SD lain yang berdekatan dan atau anatara SD dengan
masyarakat sekitar sekolah.
3. Dibawah
koordinasi kepala Kantor Depdikbud setempat merintis jaringan kerja sama dengan
konsep “SD Sahabat” atau “sister school” sebagai analogi “sister city” yakni
dua kota di Indonesia dan negara lain yang bekerja sama seperti “Bandar Lampung”
Phoenix USA dan Bandung- Brounschiweig Jerman.
4. Melalui
kerja sama dengan LPTK di adakan pelatihan bagi guru SD pedesaan melalui sistem
belajar jarak jauh dengan cara membuka kesempatan bagi guru SD untuk mengikuti
mata kuliah PKR dalam program
sertifikasi kependidikan Universitas terbuka. Para guru peserta akan mendapatkan modul
dan kaset audio interaktif/ kaset videp interaktif PKR. Kegiatan belajar
dilakukan secra mandiri 1- 2 oran
g
dan bila perlu diadakan tutorial kunjung oleh dosen LPTK setempat atau UPBJJ-
UT setempat dalam rangka pelaksanaan dharma kepada pengabdian kepada
masyarakat.
5.
Dibawah koordinasi
kepala sekolah atau pemilik sekolah merintis dan menggalakan program “peer
coaching” yakni peningkatan kemampuan guru PKR antar guru dalam satu SD atau
lintas SD. Guru SD yang telah memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menerapkan PKR ditugasi atau dikondisikan untuk membantu guru lain yang belum
begitu mahir atau belum dapat menerapkan PKR. Bentuk kegiatan ini termasuk
model pelatihan “each- one teach-one system” inisiatif bias dating dari guru
yang sudah memiliki kemahiran PKR atau dari guru yang memerlukan kemahiran itu,
atau dari kepala SD yang bersangkutan.
6.
Kantor Depdikbud setempat bekerja sama
dengan LPTK meningkatkan
kemampuan para pemilik agar menjadi model guru PKR dan dapat membimbing guru SD
salam merancang, melaksanakan , dan menilai serta meningkatkan PKR di SD yang
menjadi tanggung jawab kepemilikannya. Pendekatan supervise klinis atau
“clinical supervision” dapat diterapkan dalam kegiatan tersebut dengan bantuan
guru inti atau dosen LPTK dalam rangka pengabdian
kepada masyarakat.
Mekanisme pembinaan untuk melaksanakan evaluasi
merupakan tugas yang dilaksanakan terus-menerus sebagai bentuk akuntabilitas
terhadap pemangku kepentingan. Oleh karena itu, sebaiknya tidak dilakukan oleh
suatu panitia ad hoc, tetapi dilakukan oleh sebuah struktur kelembagaan yang
ada dan melekat pada system di sekolah/dinas pendidikan tersebut dibawah
kendali bagian ketenagaan.
Dalam pelaksanaan tugas diharapkan selalu
berkoordinasi dengan sekolah dan dinas pendidikan terkait untuk mengoptimalkan
proses kinerja pendidik. Struktur organisasi pelaksana tugas dikembangkan
sendiri oleh tiap-tiap sekolah/dinas pendidikan dan merupakan bagian tak
terpisahkan dari kelembagaan yang sudah ada di sekolah/dinas pendidikan
tersebut.
Prinsip mekanisme pembinaan guru
professional diharapkan mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Berbasis
evaluasi diri
b.
Saling asah, asih, dan asuh
c.
Meningkatkan profesionalisme
pendidik
d.
Meningkatkan atmosfer akademik
e. Mendorong
kemandirian sekolah
Kegiatan pembinaan guru professional dimulai oleh
pendidik dengan membuat evaluasi diri terkait semua kegiatan yang dilaksanakan,
baik pada kegiatan pokok, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih pserta didik,
serta melaksanakan tugas tambahan. Kegiatan pembinaan ini diwujudkan dalam
laporan kinerja sesuai dengan format tertentu (Format 1) pada lampiran 1.
Laporan ini didukung oleh semua bukti pendukung dan laporan tahun sebelumnya.
Kemudian diserahkan kepada penilai untuk
dinilai dan mendapatkan verifikasi. Penilaia dalam menilai diharapkan memakai
prinsip saling asah, asih, asuh.
Pendidik yang kurang perlu mendapat bimbingan dan penjelasan dari penilai agar
kinerja yang ditetapkan oleh peraturan perundangan dapat tercapai tanpa
mengurangi kaidah akademik yang menjadi amanah undang-undang kepada penilai.
Kegiatan ini dihareapkan dapat mendorong peningkatan
profesionalisme pendidik pada sekolah yang bersangkutan. Apabila kegiatan
pembinaan profesionalisme ini ditetapkan untuk semua pendidik maka akan
berimplikasi kepada peningkatan atmosfer
akademik yang berkelanjutan sehingga bias mendorong terciptanya kermandirian sekolah dalam meningkatkan
daya saing bangsa.
C. Pelaksanaan Pembinaan Profesionalisme
Pembinaan ini dilaksanakan secara periodik. Artinya
pembinaan ini dilakukan pada setiap kurun waktu yang tetap. Hal ini untuk
menjaga akuntabilitas kepada pemangku kepentingan terkait dengan kinerja
sekolah atau dinas pendidikan.
Tiap sekolah atau dinas pendidikan dapat menentukan
sendiri periode pembinaan kinerja pendidik, sekolah atau dinas pendidikan dapat
melakukan dalam semesteran atau tahunan. Bahkan pada keadaan khusus pemimpin
sekolah/dinas pendidikan dapat melakukan pembinaan kinerja pendidik setiap saat
diperlukan. Namun demikian, laporan kepada pihak terkait dilakukan setiap
tahun.
D. Mekanisme Pembinaan Guru Profesional
Rancangan mekanisme pembinaan guru
profesional yang ditawarkan sebagai berikut.
1.
Pendidik membuat laporan kinerja
secara periodik. Laporan kinerja ini memuat semua aktivitas beban kerja guru yang telah dilakukan
oleh pendidik tersebut dan meliputi kegiatan pokok, yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing
dan melatih pserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Pasal 35 ayat (2)
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa beban kerja guru
sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka
dalam 1 minggu. Format laporan atau format F1 (lihat lampiran). Format F1
dilengkapi semua bukti pendukungnya diserahkan kepada kepala sekolah. Karena
laporan kinerja pendidik merupakan aktivitas yang berkelanjutan maka pendidik
juga perlu melampirkan hasil evaluasi pada periode sebelumnya.
2.
Kepala sekolah mengumpulkan hasil
kinerja pendidik, mengkompilasi seluruh hasil kerja pendidik di sekolahnya, dan
membuat surat pengantar pengiriman berkas laporan hasil kinerja pendidik di
sekolahnya.
3.
Penilai melakukan penilaian dan
memverifikasi data hasil kinerja pendidik sesuai dengan bidang/rumpun ilmu.
Penilai berjumlah 2 orang dan ditugaskan oleh pemimpin (dinas pendidikan
Kab/Kota) untuk menilai ketercapaian prestasi dan memverifikasi kesesuaian
dokumen pendukung dengan aktivitas tugas pokok dan tambahan yang telah
dilakukan pendidik. Format 1 (F1) yang diserahkan kepada penilai dibuat dalam
bentuk hardcopy rangkap dua dan softcopy. Satu buah hardcopy nantinya dikembalikan kepada pendidik yang bersangkutan
sesudah disahkan oleh Dinas pendidikan (Kab/Kota).
Penilai bertugas untuk menilai dan memverifikasi
laporan kinerja pendidik. Kriteria penilai adalah sebagai berikut.
a.
Pengawas/widyaiswara yang telah
tersertifikasi
b.
Dosen yang menjadi asesor
c.
Penilai telah mengikuti sosialisasi
penilaian kinerjaa pendidik
d.
Ditugaskan oleh Dinas/PT
e.
Penilai menilai sesuai bidang/rumpun
ilmu
f.
Dapat menghindari terjadinya konflik
kepentingan
g.
Memiliki kualifikasi akademik yang
sma atau setingkat lebih tingi dari pendidik yang dinilai
h.
Bagi dinas yang tidak memiliki
pengawas bidang studi yang sama/serumpun penilai diambilkan dari asesor PT.
4.
Apabila ketercapaian kinerja
pendidik tersebut telah memenuhi syarat seperti yang dimaksud dan bukti
pendukung sesuai dengan laporan yang dibuat maka laporan kinerja dianggap
LOLOS. Bukti pendukung laporan yang telah lolos dikembalikan kepada pendidik
yang bersangkutan untuk disimpan kembali dan dapat ditunjukkan apabila
diperlukan. Kedua penilai menandatangani Format F1 dan meneruskan format F1
kepada Dinas atau yang sederajat untuk mendapatkan pengesahan.
5.
Apabila penilai menyatakan (a)
ketercapaian kinerja pendidik tidak atau belum memenuhi syarat seperti yang
dimaksudkan atau (b) bukti pendukung tidak sesuai dengan aktivitas yang
dilaporkan maka laporan kinerja dianggap GAGAL dan dikembalikan kepada pendidik
yang bersangkutan, untuk diperbaiki. Dalam hal terjadi selisih pendapat antara
penilai yang satu dengan penilai yang lain maka pemimpin (dinas pendidikan
kab/kota) dapat menunjuk penilai ketiga.
6.
Dinas pendidikan Kab/Kota
mengesahkan hasil laporan format 1(F1) dan mengkompilasi semua laporan kinerja
pendidik yang menjadi tanggung jawabnya. Dinas pendidikan Kab/Kota bertanggung
jawab dan berwenang untuk memverifikasi kebenaran laporan yang telah dikoreksi
oleh penilai. Hasil kompilasi di tingkat dinas pendidikan kab/kota ini kemudian
diserahkan kepada dinas pendidikan provinsi untuk dibuat rekap di tingkat
provinsi. Contoh hasil kompilasi tingkat dinas Kab/kota disajikan pada lampiran
II.
7.
Dinas pendidikan provinsi
mengkompilasi semua laporan dari tingkat kab/kota dan membuat rekap laporan di
tingkat provinsi. Dinas pendidikan provinsi bertanggung jawab dan berwenang
untuk memverifikasi kebenaran laporan yang telah disahkan oleh dinas kab/kota
untuk dilaporkan ke pusat. Laporan
yang dikirim dalam bentuk harcopy dan
softcopy.
E. Sanksi untuk Guru yang tidak
Memenuhi Kinerja Profesional
Pemimpin sekolah atau dinas pendidikan berkewajiban
memberikan teguran lisan, peringatan tertulis, penghentian sementara, maupun
penghentian permanen tunjangan profesi pendidik terhadap pendidik atau sanksi
lainnya sesuai dengan kewenangan pemimpin sekolah/dinas pendidikan apabila
berdasarkan hasil evaluasi kinerja tidak memenuhi persayaratan yang ditentukan
dalam peraturan perundangan yang berlaku. Karena itu, sekolah bertanggung jawab
penuh atas kebenaran laporan kinerja dan ketepatan waktu melaporkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar