Layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus akan berjalan lancar mana kala
didukung oleh ketersediaan fasilitas yang memadai. Fasilitas tersebut berkaitan
dengan karakteristik masing-masing jenis anak berkebutuhan khusus. Kesesuaian
fasilitas dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus akan mendorong iklim
belajar yang kondusif, sehingga anak akan belajar secara maksimal.
Fasilitas
pendidikan anak berkebutuhan khusus berkaitan langsung dengan jenis
ketunaannya. Misalnya, anak tunadaksa, mereka membutuhkan gedung yang tidak
banyak tangga, lebih diutamakan yang berlantai satu. Bila lebih dari satu
lantai harus tersedia lift atau tangga miring yang dapat dilalui kursi
roda. Tersedia ruang terapi yang mendukung kegiatan bina diri dan aksesibilitas
bagai mereka. Kamar mandi dan WC yang dapat digunakan bagi mereka (kursi roda
dapat masuk), dan sebagainya. Walaupun beberapa fasilitas lain sama dengan anak
normal. Misalnya buku pelajaran, koleksi perpustakaan, dan sebagainya.
1.
Fasilitas Pendidikan untuk
Anak Tunanetra
Fasilitas penunjang pendidikan untuk anak tunanetra secara umum
sama dengan anak normal, hanya memerlukan penyesuaian untuk informasi yang
memungkinkan tidak dapat dilihat, harus disampaikan dengan media perabaan atau
pendengaran. Fasilitas fisik yang berkaitan dengan gedung, seyogyanya sedikit
mungkin parit dan variasi tinggi rendah lantainya, dinding dihindari yang
mempunyai sudut lancip dan keras. Perabot sekolah sedapat mungkin dengan sudut
yang tumpul.
Fasilitas penunjang pendidikan yang diperlukan untuk anak
tunanetra menurut Annastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah
braille dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang
menungkinkan anak untuk memanfaatan fungsi perabaan dengan optimal.
Fasilitas pendidikan bagi anak tunanetra antara lain adalah:
a.
Huruf Braille
Huruf
Braille merupakan fasilitas utama penyelenggaraan pendidikan bagi anak
tunanetra. Huruf Braille ditemukan pertama kali oleh Louis Braille. Ia menyusun
tulisan yang terdiri dari enam titik dijajarkan vertikal tiga tiga. Dengan
menempatkan titik tersebut dalam berbagai posisi maka terbentuklah seluruh
abjad. Dengan menggunakan tulisan tersebut akan mempermudah para tuna netra
membaca dan menulis.
Untuk
membaca, titik timbul positif yang dibaca. Cara membaca seperti pada umumnya,
yaitu dari kiri ke kanan. Sedangkan untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda
dengan membaca. Cara menulis huruf braille tidak seperti umunya yaitu mulai
dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis secara negatif. Jadi
menulis braille secara negatif akan menghasilkan tulisan secara timbul positif,
yang dibaca adalah tulisan timbulnya.
Ada
tiga cara untuk menulis braille, yaitu dengan (1) reglet dan pen atau stilus,
(2) mesik tik braille, dan (3) komputer yang dilengkapi dengan printer braille.
Media yang digunakan berupa kertas tebal yang tahan lama (manila, atau yang
lain). Kertas standar untuk braille adalah kertas braillon.
Untuk
mendukung pembelajaran anak tunanetra, buku-buku pelajaran seyogyanya
dialihtuliskan ke huruf braille dan disimpan dengan rapi secara berdiri tidak
ditumpuk.
b.
Tongkat putih
Tongkat
putih merupakan fasilitas pendukung anak tunanetra untuk orientasi dan
mobilitas. Dengan tongkat putih anak tunanetra berjalan untuk mengenali
lingkungannya. Berbagai media alat bantu mobilitas dapat berupa tongkat putih,
anjing penuntun, kacamata elektronik, tongkat elektronik.
Program
latihan orientasi dan mobilitas meliputi: jalan dengan pendamping orang awas,
jalan mandiri, dan latihan bantu diri (latihan di kamar mandi dan wc, latihan
di kamar makan, latihan di kamar tidur, latihan di dapur, latihan di kamar
tamu) dan latihan orientasi di sekolah.
c.
Laser cane (tongkat laser)
Tongkat
laser adalah tongkat penuntun berjalan yang menggunakan sinar infra merah untuk
mendeteksi rintangan yang ada pada jalan yang akan dilalui dengan memberi tanda
lisan (suara).
d.
Sonic Guide (penuntun bersuara)
e.
Optacon dan Optacon II
Optacon
(optical-to-tactile converter) adalah perangkat yang memungkinkan tunanetra
membaca tulisan awas melalui perabaan. Optacon terdiri dari sebuah kamera/mouse
(kira-kira sebesar tube lipstick) yang dihubungkan dengan kabel ke sebuah kotak
(kira-kira sebesar tape recorder ukuran sedang). Kamera tersebut mampu
"melihat" bidang kira-kira seluas satu setengah huruf cetak. Kotak
tersebut berisikan prosesor untuk menafsirkan gambaran yang ditangkap oleh
kamera, dan 100 buah "jarum" yang tersusun 5 kali 20 yang digerakkan
secara elektronik sehingga dapat timbul dan bergetar dalam bentuk sebagaimana
yang dilihat oleh kamera. Bentuk yang dibangun oleh susunan jarum-jarum
tersebut cukup besar untuk dapat dirasakan dengan jelas oleh permukaan ujung
jari telunjuk. Untuk membaca, telunjuk diletakkan pada tactile array di
mana bentuk yang bergetar itu muncul. Jika kamera membaca sebuah kata,
huruf-huruf dari kata itu akan muncul satu per satu pada tactile array secara
bergantian. Optacon dapat dipergunakan untuk membaca tulisan pada kertas maupun
pada layar komputer. Sebuah mouse (yang dikendalikan oleh perangkat lunak yang
dijalankan dalam komputer) atau lensa dalam Optacon diperlukan untuk dapat
membaca layar komputer itu. Untuk dapat membaca dengan Optacon ini, tunanetra
harus sudah mengenal bentuk tulisan awas.
f.
Kurzweil Reading Machine
g.
VersaBraille dan
VersaBraille II
2.
Fasilitas pendidikan untuk
anak tunarungu
Fasilitas penunjang untuk pendidikan anak tunarungu secara umum
relatif sama dengan anak normal, seperti papan tulis, buku, buku pelajaran,
alat tulis, sarana bermain dan olahraga. Namun karena anak tunarungu mempunyai
hambatan dalam mendengar dan bicara, maka mereka memerlukan alat bantu khusus.
Alat bantu khusus tersebut antara lain menurut Permanarian Somad dan Tati
Hernawati, 1996 adalah audiometer, hearing aids, telephone-typewriter,
mikro komputer, audiovisual, tape recorder, spatel, cermin.
a.
Audiometer
Audiometer
adalah alat elektronik untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran seseorang.
Melalui audiometer, kita dapat mengetahui kondisi pendengaran anak tunarungu
antara lain:
1)
Apakah sisa pendengarannya
difungsionalkan melalui konduksi tulang atau konduksi udara.
2)
Berapa desibel anak tersebut
kehilangan pendengarannya
3)
Telinga mana yang mengalami
kehilangan pendengaran , apakah telinga kiri, telinga kanan, atau kedua-duanya
4)
Pada frekuensi berapa anak
masih dapat menerima suara.
Ada dua jenis audiometer, yaitu audiometer oktaf dan audiometer
kontinyu. Audiometer oktaf untuk mengukur frekuensi pendengaran: 125 – 250 –
500 – 1000 – 2000 – 4000 – 8000 Hz. Audiometer kontinyu mengukur pendengaran
antara 125 - 12000 Hz.
b.
Hearing Aids
Hearing
aids atau alat bantu dengar mempunyai tiga unsur utama, yaitu: microphone,
amplifier, dan reciever. Sedangkan prinsip kerjanya adalah sebagai berikut:
suara (energi akustik) diterima microphone, kemudian diubah menjadi
energi listrik dan dikeraskan melalui amplifier, kemudian diteruskan ke reciever
(telepon) yang mengubah kembali energi listrik menjadi suara seperti alat
pendengaran pada telepon dan diarahkan ke gendang telinga (membrana tympany).
Alat
bantu dengan ada bermacam-macam, yaitu yang diselipkan di belakang telinga, di
dalam telinga, dipakai pada saku kemeja (pocket), atau yang dipasang
pada bingkai kaca mata. Dengan menggunakan alat bantu dengar (hearing aids)
anak tunarungu dapat berlatih mendengakan, baik secara individual maupun secara
kelompok.
Alat
bantu dengan tersebut lebih tepat digunakan bagi anak tunarungu yang mempunyai
kelainan pendengaran konduktif. Begitu pula alat bantu dengan akan lebih efektif
jika digunakan sesuai dengan program pendidikan yang sistematis yang diajarkan
oleh guru-guru yang profesional yang mampu memadukan ilmu pengetahuan anak
berkebutuhan khusus dengan pengetahuan audiologi, dan patologi bahasa.
Anak
tunarungu yang menggunakan alat bantu dengar diharapkan mampu memilih
suara-suara mana yang diperlukan, dan dengan bantuan mimik dan gerak bibir dari
guru (speech therapist), maka anak tunarungu dapat berlatih menangkap
arti dari apa yang diucapkan oleh guru atau orang lain.
c.
Telephone-typewriter
Telephone-typewriter atau mesin tulis
telepon merupakan alat bantu bagi anak tunarungu yang memungkinkan mereka
mengubah pesan-pesan yang diketik menjadi tanda-tanda elektronik yang
diterjemahkan secara tertulis (huruf tercetak).
Mesin tulis telepon terdiri dari telepon yang dilengkapi dengan
alat pendengar, lampu kedap-kedip sebagai tanda panggilan, mesin tulis,
komputer, dan amplifier. Mesin tulis ini memungkinkan perubahan pesan suara
yang masuk ke dalam komputer dan mengubah tanda-tanda elektronik dan bunyi pada
frekuensi yang berlainan yang kemudian disampaikan melalui telepon dan diubah
kembali menjadi huruf tercetak yang dapat dimengerti oleh anak tunarungu.
d.
Mikrokomputer
Mikrokomputer merupakan alat bantu khusus yang dapat memberikan
informasi secara visual. Alat bantu ini sangat membantu bagi anak tunarungu
yang mengalami kelainan pendengaran berat. Keefektifan penggunaan mikrokomputer
tergantung pada softwere dan materinya harus dapat dimengerti oleh anak
tunarungu. Disamping itu anak tunarungu harus bisa membaca atau paling tidak
mampu mengintepretasikan simbol-simbol yang digunakan.
Manfaat penggunaan mikrokomputer bagi anak tunarungu antara lain:
1.
Anak tunarungu dapat belajar
mandiri, bebas tetapi bertanggung jawab
2.
Anak tunarungu dapat belajar
membuat program, memprogram materi pelajaran, dan mendemonstrasikannya.
3.
Anak tunarungu dapat
mengembangkan kreativitas berpikir dengan menggunakan mikrokomputer
4.
Anak tunarungu dapat
berkomunikasi interaktif dengan informasi yang ada dalam program mikrokomputer.
e.
Audiovisual
Alat bantu audiovisual dapat berupa film, video-tapes, TV.
Penggunaan audiovisual tersebut sangat bermanfaat bagi anak tunarungu, karena
mereka dapat memperhatikan sesuatu yang ditampilkan sekalipun dalam kemampuan
mendengar yang terbatas. Sebagai contoh, penayangan film-film pendidikan, film
ilmiah populer, film kartun, dan siaran berita TV dengan bahasa isyarat.
f.
Tape Recorder
Tape
recorder sangat berguna untuk mengontrol hasil ucapan yang telah direkam,
sehingga kita dapat mengikuti perkembangan bahasa lisan anak tunarungu dari
hari ke hari dan dari tahun ke tahun. Selain itu, tape recorder sangat membantu
anak tunarungu ringan dalam menyadarkan akan kelainan bicaranya, sehingga guru
artikulasi lebih mudah membimbing mereka dalam memperbaiki kemampuan bicara
mereka.
Tape
recorder dapat pula digunakan untuk mengajar tunarungu yang belum
bersekolah dalam mengenal gelak-tawa, suara-suara hewan, perbedaan antara suara
tangisan dengan suara omelan, dan sebagainya.
g.
Spatel
Spatel
adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ bicara, terutama lidah. Spatel
digunakan untuk menekan lidah, sehingga kita dapat membetulkan posisi lidah
anak tunarungu. Dengan posisi lidah yang benar mereka dapat bicara dengan
benar.
h.
Cermin
Cermin
dapat digunakan sebagai alat bantu anak tunarungu dalam belajar mengucapkan
sesuatu dengan artikulas yang benar. Di samping itu, anak tunarungu dapat
mengamakan ucapannya melalui cermin dengan apa yang diucapkan oleh guru atau
Artikulator (speech therapist). Dengan menggunakan cermin, Artikulator
dapat mengontrol gerakan-gerakan yang didak tepat dari anak tunarungu, sehingga
mereka menyadari dalam mengucapkan konsonan, vokal, kata-kata, kalimat secara
benar.
3.
Fasilitas pendidikan untuk
anak tunagrahita
Fasilitas
pendidikan untuk anak tunagrahita relatif sama dengan falilitas pendidikan
untuk anak umum di sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di taman kanak-kanak.
Fasilitas pendidikan lebih diarahkan untuk latihan sensomotorik dan pembentukan
motorik halus. Walaupun demikian fasilitas yang berkaitan dengan pembinaan
motorik kasar juga perlu disediakan secara memadai. Secara garis besar
fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan dengan karakteristik anak
tunagrahita adalah:
a.
Fasilitas pendidikan yang
bekaitan latihan sensorimotor
Fasilitas pendidikan dan penunjang
pendidikan bagi anak tunagrahita yang berkaitan dengan latihan sensomotorik di
antaranya:
1)
berkaitan dengan visual:
berbagai bentuk benda, manik-manik, warna, dsb.
2)
berkaitan dengan perabaan
dan motorik tangan: manik-manik, benang, crayon, wash, lotion, kertas amril,
dsb.
3)
berkaitan dengan pembau: kamper, minyak kayu
putih, dsb.
4)
berkaitan dengan koordinasi: menara gelang,
puzzle, meronce, dsb.
b.
Fasilitas pendidikan yang
berkaitan dengan aktivitas kehidupan keseharian
Fasilitas
yang berkaitan dengan kehidupan keseharian (Activity Daily Leaving) berupa
permainan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari atau peralatan untuk
latihan kehidupan sehari-hari, di antaranya: latihan kebersihan dan gosok gigi,
latihan berpakaian, bersepatu, permainan dengan boneka dan alat lainnya, dsb.
c.
Fasilitas pendidikan yang
berkaitan dengan latihan motorik kasar
Fasilitas
yang berkaitan dengan latihan motorik kasar di antaranya dapat berupa: latihan
bola kecil, latihan bola besar, permainan keseimbangan, dsb.
4.
Fasilitas pendidikan untuk
anak tunadaksa
Fasilitas pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan
prasarana dan sarana langsung yang diperlukan dalam layanan pendidikan anak
tunadaksa. Prasarana yang dirancang untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi
tiga kemudahan (Musjafak Assjari, 1995), yaitu mudah keluar masuk, mudah
bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian. Sesuai dengan
ketentuan tersebut, bangunan seyogyanya menghindari model tangga, bila terpaksa
harus disediakan lief, lantai tidak banyak reliefnya, tidak banyak lubang, lebar
pintu harus sesuai, kamar mandi dan WC memungkinkan kursi roda dan treepot bisa
masuk, ada parallel bars, dinding kelas di lengkapi dengan parallel
bars, meja dan kursi anak disesuaikan dengan kelainan anak.
Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak
adalah:
a.
Brace
Brace merupakan
alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan tulang. Brace biasanya
digunakan di kaki, punggung, atau di leher. Fungsi brace berguna untuk
menyangga beban yang tertumpu pada otot atau tulang.
Brace terbuat
dari kulit yang kaku atau plastik yang tebal dilapisi kain atau sepon atau
karet pada tepi dan pinggirannya agar tidak terjadi decubitus (lecet)
pada jaringan yang kontak langsung.
b.
Crutch (kruk)
Kruk adalah alat penyangga tubuh yang
ditumpukan pada tangan atau ketiak untuk menyangga beban tubuh. Kruk terbuat
dari kayu, pipa besi, pipa aluminium, atau pipa stainless steel yang
berbentuk bulat setinggi ukuran tubuh pemakainya. Pada bagian atas tempat yang
kontak dengan ketiak atau tangan diberi spon atau karet agar lunak dan tidak
menyebabkan lecet bila dipakai.
Ada berbagai macam bentuk kruk, yaitu
(1) standard double bar upright under arm chrutch, (2) extension
crutch, (3) aluminium double bar upright extension crutch, (4) lofstrand
crutch, (5) tricep crutch, (6) standard axillary crutch.
c.
Splint
Splint berasal
dari bahasa Inggris yang berarti spalk ( bahasa Belanda). Alat ini
bertujuan untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar anggota
tubuh yang sakit tidak salah bentuk
Ada dua macam splint, yaitu splint untuk
anggota tubuh bagian atas (tangan) dan splint untuk anggota tubuh bagian bawah
(kaki).
Splint dapat
dibuat dari bahan gips, kulit sol, karton, kayu, celastic, dan orthoplast.
Bahan-bahan tersebut dibentuk menurut posisi anggota gerak tubuh yang sakit.
d.
Wheel chair (kursi roda)
Menurut bentuknya, kursi roda dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu kursi roda yang roda besarnya di depan, dan kursi
roda yang roda besarnya di belakang. Kursi roda yang roda besarnya di depan
dapat berputar di tempat yang sempit. Kursi roda yang roda besarnya di
belakang, dapat masuk kolong tempat tidur, sehingga memudahkan untuk berpindah
tempat.
Selain fasilitas pendukung tersebut di atas, fasilitas lain yang
mendukung pendidikan untuk anak tunadaksa adalah ruangan terapi dan peralatan
terapi. Terapi yang berkaitan langsung dengan anak tunadaksa adalah
fisioterapi, terapi bermain, dan terapi okupasi.
5.
Fasilitas pendidikan untuk
anak tunalaras
Fasilitas
pendidikan untuk anak tunalaras relatif sama dengan fasilitas pendidikan untuk
anak normal pada umumnya. Fasilitas ruangan kelas tidak menggunakan benda-benda
kecil yang terbuat dari bahan yang keras, sehingga mempermudah mereka untuk
mengambil dan melemparnya. Fasilitas lain lebih berkaitan dengan ruangan terapi
dan sarana terapi. Terapi tersebut meliputi:
a.
Ruangan fisioterapi dan
peralatannya
Peralatan fisioterapi lebih diarahkan
pada upaya peregangan otot dan sendi, dan pembentukan otot. Misalnya: barbel,
box tinju, wash
b.
Ruangan terapi bermain dan
peralatannya
Peralatan terapi bermain lebih diarahkan
pada model terapi sublimasi dan latihan pengendalian diri. Misalnya puzzle,
boneka
c.
Ruangan terapi okupasi dan
peralatannya
Peralatan terapi okupasi lebih diarahkan
pada pembentukan keterampilan kerja dan pengisian pengisian waktu luang sesuai
dengan kondisi anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar