A. Prinsip dan Pola Dasar PKR
a. Prinsip
Umum dan Khusus
Prinsip dalam PKR adalah ketentuan-ketentuan umum
dan khusus yang bersifat memandu dan mengarahkan pikiran dan perilaku guru dalam menyikapi dan
mengelola pembelajaran. PKR seperti pembelajaran pada umumnya memiliki
prinsip-prinsip umum baik yang bersifat psikologis-paedagogis maupun
didaktik-metodik.
Bersifat psikologis-paedagogis adalah yang berkenaan
dengan perubahan perilaku siswa, sedang yang bersifat didaktik-metodik adalah
yang berkenaan dengan strategi atau prosedur pembelajaran.
Beberapa prinsip umum
psikologis-paedagogis antara lain sebagai berikut.
a) Perbedaan individual
anak dalam perkembangan kognitif, sikap dan perilakunya menuntut perlakuan
pembelajaran yang cocok dengan tingkatannya. Misalnya perlakuan terhadap siswa
kelas I tentu harus berbeda dengan perlakuan terhadap siswa kelas V. Pada
tingkat usia kelas I proses berpikir kongkrit
lebih dominan, sedangkan siswa kelas V sudah mulai dapat berpikir abstrak (Piaget dalam Bell-Gredler :
1986).
b) Motivasi
sangat diperlukan dalam belajar baik yang datang dari dalam diri siswa atau
“motivasi instrinsik” maupun yang datang dari luar diri siswa atau motivasi
instrumental. Oleh karena itu pembelajaran harus diawali dengan menumbuhkan
motivasi siswa agar merasa butuh dan mau belajar. Bila sudah tumbuh, motivasi
tersebut perlu dipelihara dan malah ditingkatkan melalui berbagai bentuk
penguatan atau “reinforcement” (Skinner dalam Turney : 1977).
c) Belajar sebagai proses akademis
dalam diri individu untuk membangun pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui
transformasi pengalaman. Proses tersebut dapat dipandang sebagai suatu siklus
proses pengalaman kongkrit (concrete experience), pengamatan mendalam
(reflective observation), pemikiran abstrak (abstract conceptualisation) dan
percobaan atau penerapan secara aktif (active experimentation). (Kolb : 1986).
d) Belajar dari teman seusia
atau “peer group” terutama mengenai sikap dan keterampilan sosial dapat
berhasil dengan baik melalui interaksi sosial yang sengaja dirancang.
e) Pencapaian dampak instructional
atau “instructional effects” dan “dampak
pengiring” atau “nurturant effect” menuntut lingkungan dan suasana belajar
yang memungkinkan siswa dapat melakukan kegiatan belajar yang dirancang dengan
baik oleh guru dan terciptanya suasana belajar secara kontekstual.
Implementasi dari
prinsip umum psikologis-paedagogis terhadap pembelajaran adalah munculnya
prinsip-prinsip didaktik-metodik sebagai berikut.
a. Penganekaragaman pembelajaran
agar dapat melayani perbedaan individual siswa.
b. Pemanfaatan berbagai media
dan sumber belajar agar dapat
membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa.
c. Penerapan aneka pendekatan, metode,
dan teknik pembelajaran yang
berpotensi mengaktifkan siswa dalam keseluruhan siklus proses belajar.
d. Penekanan
pada pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring.
Disamping memiliki
prinsip umum tersebut di atas, PPKR memiliki beberapa prinsip khusus seperti
berikut (Djalil dan Wardani : 1997, Rake Joni : 1998).
a) Keserempakan kegiatan
belajar-mengajar
Dalam PPKR seorang guru dalam waktu
yang bersamaan, misalnya dari pukul 08.00-09.20 (2 jam pelajaran) menangani
pembelajaran IPA untuk kelas V dan IPS kelas VI. Pada saat itu siswa kelas V
dan kelas VI dalam satu atau dua ruangan secara serempak belajar dibawah
bimbingan seorang guru. Dengan prinsip ini pemanfaatan sumber daya dalam hal
ini guru, dan waktu yang tersedia dapat lebih optimal.
b)
Kadar
tinggi waktu keaktifan akademik
Waktu keaktifan akademik atau
disingkat WKA adalah waktu yang benar-benar digunakan oleh siswa untuk belajar
(membaca, menyimak, menulis, berlatih keterampilan, berdiskusi). Misalnya dalam
dua jam pelajaran tersedia waktu 2 X 40’ = 80’. Selama 15’ digunakan oleh guru
untuk mengabsen, mengatur kelompok, 65’ sisanya digunakan oleh siswa untuk
berbagai kegiatan belajar. Dalam 65’ itulah siswa benar-benar melakukan
kegiatan belajar atau sering juga disebut “on task” (Flander : 1972). Bila
selama 65’ itu ternyata ada sebagian waktu yang digunakan untuk “ngobrol”
selain materi pelajaran atau mungkin melamun misalnya selama 10’ maka
benar-benar dipakai belajar hanya 55’ (on-task). Selama 10’ tersebut para siswa
tidak belajar atau sering disebut “off-task” (Flanders : 1972). Dengan
menerapkan PKR seorang guru dapat mengurangi lama waktu kosong karena dua kelas
ditangani secara serempak. Atau dengan kata lain waktu keaktifan akademik
menjadi semakin tinggi.
c) Kontak
psikologis guru-murid yang berkelanjutan
Dengan menerapkan PKR interaksi
guru-murid baik yang berupa perhatian, pengarahan, bimbingan pembelajaran, dan
monitoring menjadi suatu proses akan berlangsung secara bervariasi dan terus
menerus terutama dalam PKR dengan satu ruangan. Bila PKR diterapkan dalam dua
atau tiga ruangan memang ada sebagian perhatian misalnya kontak pandang
guru-murid yang terputus. Kontak psikologis guru-murid yang bervariasi ini
sangat penting untuk dibangun dan dipelihara. Bila tidak, maka pembinaan disiplin
siswa akan berkurang.
d) Pemanfaatan
sumber belajar yang efisien
Kita menyadari bahwa di sekolah dasar
terutama di pedesaan sumber belajar tertulis dirasakan sangat kurang. Banyak
sekali SD yang tidak memiliki perpustakaan sekolah. Malah dalam beberapa kasus
hanya terdapat satu eksemplar buku pelajaran untuk satu kelas. Dengan
menerapkan PKR sumber belajar tertulis yang jumlahnya terbatas dapat digunakan
secara bersama-sama.
e) Belajar
dari teman sebaya
f) Penekanan
pada pencapaian dampak instruksional dan pengiring
b. Pola
Dasar PKR
Dilihat dari
pengorganisasian mata pelajaran, kelas atau rombongan belajar dan ruangan
terdapat beberapa pola dasar pkr sebagai berikut.
Model PKR 211: Dua kelas, satu mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 221: Dua kelas,dua mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 311: Tiga kelas, satu mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 321: Tiga kelas, dua mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 322: Tiga kelas, dua mata pelajaran, dua ruangan
Model PKR 333: Tiga kelas, tiga mata pelajaran, tiga ruangan
Model PKR 222: Dua kelas, dua mata pelajaran, dua ruangan
Model PKR 111: Satu kelas, satu mata pelajaran dengan dua atau tiga topik
berjenjang, satu ruangan
Sebagai contoh singkat
dapat dikemukakan sebagai berikut
Model PKR 211 : Kelas
I dan II belajar menyanyi dalam satu ruangan
Model PKR 221 : Kelas
III belajar IPA dan kelas IV belajar IPS dalam satu ruangan
Model PKR 222 : Kelas
III belajar IPA di ruangan 1 dan kelas IV belajar IPS di ruangan 2 yang
terhubung dengan ruang 1
Model PKR 311 : Kelas
IV, V, dan VI belajar menyanyi dalam satu ruangan
Model PKR 321 : Kelas
I dan II belajar menulis, dan kelas III belajar Matematika dalam satu ruangan
Model PKR 322 : Kelas
III dan VI belajar IPS di ruangan 1 dan kelas V belajar IPA di ruangan 2 yang
terhubung ke tuangan 1
Model PKR 333 : Kelas
IIIbelajar IPA, kelas IV belajar IPS dan kelas V belajar Matematika di tiga
ruangan yang satu sama lain terhubung dengan pintu.
Dilihat dari sudut
pengelolaan kelas khususnya dalam penanganan disiplin siswa, model PKR 211,
221, 311, dan 321 lebih terkendali dari pada model PKR 222, 322, dan 333. Dapat
kita pahami bahwa mengelola satu ruangan lebih terkonsentrasi daripada lebih
dari satu ruangan. Malah sangat dianjurkan untuk lebih banyak menggunakan model
211, 221, 311, dan 321 bila jumlah gabungan siswa kedua atau ketiga kelas itu
paling banyak 30 orang. Bila lebih dari 30 orang dianjurkan menggunakan model
PKR 222, 322, atau 333.
Khusus untuk model PKR
111 yakni satu kelas belajar satu mata pelajaran dengan beberapa topik yang
berbeda dalam satu ruangan merupakan model PKR “neka aras” atau “multi-level
teaching”. Model ini memerlukan pengorganisasian siswa dengan menerapkan
prinsip perbedaan individual dan “belajar tuntas”. Model ini akan berjalan dengan
baik bila didukung oleh sumber belajar yang diindividualisasikan dan bersifat
modular misalnya menggunakan “modul” atau “kit”.
Di dalam menerapkan
pola dasar PKR selain model PKR III ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
seperti berikut:
a) Kelas
yang dapat dirangkap dalam satu ruangan adalah kelas I, II, III atau kelas IV,
V, VI atau kelas I, II atau III, IV. Kelas I, II sebaiknya tidak dirangkap
dalam satu ruangan dengan kelas IV, V, VI karena alasan perbedaan usia dan
perbedaan lama belajar. Bila terpaksa, dalam ruangan itu dibuat dua begian
dengan memakai partisi/penyekat tidak permanen setinggi bahan guru.
b) Mata
pelajaran yang menekankan pada keterampilan malafalkan atau bersuara seperti
membaca, menyanyi atau bergerak seperti praktek olah raga tidak boleh dirangkap
dengan mata pelajaran yang menekankan pada proses kognitif seperti matematika,
IPA, IPS, PKn, atau Bahasa indonesia. Alasannya adalah dalam pembelajaran aspek
kognitif siswa memerlukan konsentrasi dalam berfikir yang apabila dirangkap
engan pembelajaran keterampilan gerak atau verbal satu sama lain akan merasa
saling terganggu
c) Perangkapan
kelas dalam ruangan leih dari tiga tidak dianjurkan karena sukar untuk dikelola
antara lain guru akan sangat repot mengesak dari kelas ke kelas.
B.
Aneka
Model Pembelajaran
Sesuai dengan prinsip khusus PKR seperti dibahas
pada bagian A bab ini, pelaksanaan PKR memerlukan penerapan berbagai model
pembelajaran yang berpotensi mengaktifkan siswa. Mengenai model tersebut,
Winataputra (1997) mengadaptasi beberapa model yang tercakup dalam duia
kelompok, yaitu:
1.
Proses Belajar
Arahan Sendiri (PBAS)
Model PBAS
merupakan suatu kerangka kegiatan belajar
atas prakarsa siswa atau secara mandiri dengan mendapat bimbingan
seperlunya dari guru. Dalam model ini guru berparan sebagai pemberi kemudahan
belajar atau “facilitator of learning” , misalnya menyediakan sumber belajar,
memberi petunjuk, memberi dorongan, mengecek kemajuan belajar, memberi balikan
dan mengecek hasil belajar siswa.
Langkah-langkah :
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
1.
Menyediakan
sumber
belajar
|
1.Penyeleksian
-menemukan
informasikan esensial/inti
-membuat
catatan tentang butir-butir yang penting
-mengeksplorasi
ide pokok
|
2.
Memberikan
penugasan belajar (1)
|
2. pemahaman
-melihat
bahan lebih awal
-menggunakan isarat kontekstual
-mencari
sumber bahan
|
3.
Mengecek
kemajuan belajar (2)
|
3.
penguatan ingatan
-mengkaji
ulang bahan
-mengingat
butir penting
-mengetes
sendiri
-merancang
cara belajar sendiri
|
4.
Memberikan
penugasan belajar lanjut (2)
|
4.penjabaran
lanjutan
-bertanya
pada diri sendiri
-membentuk
citra sendiri
-menarik
analogi dan metapora
|
5.
Mengecek
kemajuan belajar (2)
|
5.pengintegrasian
-mengungkapkan
sendiri
-membuat
ilustrasi atau diagram
-menggunakan
banyak sumber
-mengaitkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki
-menjawab
permasalahan sendiri
|
6.
Mengevaluasi
hasil belajar siswa
|
6.pengecekan
-mengecek
apa yang telah dikuasai
-menyadari kekuatan dan kelemahan diri sendiri
|
Belajar mandiri dapat
dilakukan secara mandiri ataupun kelompok. Inti dari belajar mandiri
adalah mencari dan mengolah informasi
atas dasar dorongan belajar dari dalam diri. Walaupun model ini akan diterapkan
di SD, arahan guru masih tetap diperlukan dalam kadar yang tidak terlalu besar.
Berilah petunjuk yang sesingkat, sejelas, setegas mungkin. Model ini harus
menjadi intinya PKR. Guru berperan dalam memelihara kelangsungan kegiatan
tersebut.
2.
Proses Belajar
Melalui Kerja Sama (PBMKS) terdiri atas
model-model sebagai berikut :
a.
Model Olah
Pikir Sejoli (MOPS)
MOPS merupakan kerangka kegiatan belajar secara berpasangan. Setiap
pasang siswa ditugasi untuk melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama di
bawah kontrol guru.
Langkah-langkah
MOPS:
Tahap
1 : siswa menyimak pertanyaan atau tugas yang diberikan guru.
Tahap
2 : semua murid diberi kesempatan untuk
memikirkan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Tahap 3 : Guru memberi isyarat
agar siswa secara berpasangan dengan siswa lain yang duduk di sampingnya
untuk mendiskusikan jawaban atau mengerjakan tugas yang telah dipikirkan
sendiri. Setiap pasangan diminta untuk merumuskan jawaban yang disepakati
berdua.
Waktu
untuk mengerjakan setiap tahap diatur oleh guru secara kondisional.
Model OPS diadaptasi dari Model “Think, Pair,
Share” .
Model ini menitikberatkan pada komunikasi banyak arah secara
bertahap. Tahap pertama dan kedua mewadahi komunikasi satu arah (guru-murid)
dengan respon dalam bentuk komunikasi dalam diri. Tahap ketiga mewadahi
komunikasi timbale balik dalam kelompok kecil dua orang sebagai persiapan
komunikasi banyak arah dalam diskusi kelas pada tahap keempat. Pada dasarnya
model ini memiliki tujuan pembinaan kerja sama dan komunikasi sosial. Model ini
dapat digunakan dalam kelas PKR khususnya dalam satu atau lebih dari satu mata
pelajaran yang menampilkan satu topik umum yang ditata menurut
sistematikanya.Dalam suasana PKR dengan satu ruangan (PKR 211) pasangan diskusi
dapat terdiri dari dua murid berbeda kelas. Dalam penggunaan model ini guru
berperan sebagai penanya , moderator atau pengatur, dan pengelola kelas.
b.
Model Olah
Pikir Berebut (MOPB)
MOPB
merupakan kerangka kegiatan belajar yang menekankan pada proses berpikir
menyebar atau “divergent thinking” secara dialogis.
Model OPB
memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1:
Guru mengajukan pertanyaan yang meminta banyak jawaban
Tahap 2:
Siswa seacara perorangan berpikir dan selanjutnya member jawaban secara lisan
Model OPB
ini diadaptasi dari model “Roundrobin” dari Kagan (1989) dalam Miler (1989).
Model ini termasuk dalam ke dalam proses curah pendapat atau yang dirangsang
dengan pertanyaan menyebar yakni pertanyaan yang menuntut banyak jawaban yang
bervariasi. Pola PKR yuang cocok sebagai arena penerapan ini adalah pola satu
atau lebih dari satu kelas dalam satui ruangan untuk membahasa satu atau lebih
dari satu mata pelajaran yang mempunyai topik umum yang ditata dengan
penggugusan topik dan subtopik. Tujuan model ini bukanlah untuk mendapatkan
suatu kesimpulan tetapi untuk melibatkan sebanyak-banyaknya murid dalam
menggali sebanyak-banyuaknya pendapat. Peran guru yang utama adalah sebagai
penanya sesuai tujuan pembelajaran, moderator, dan manajer kelas.
c.
Model
konsultasi Intra Kelompok (MKIK)
MKIK
merupakan kerangka kegiatan belajar kelompok dalam memecahkan masalah dengan
menggunakan sumber belajar yang tersedia.
MKIK
memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1:
Siswa diminta menyiapkan alat tulis. Semua pena disimpan di tengah mneja setiap
kelompok
Tahap 2:
Seorang siswa opada setiap kelompok diminta membacakan pertanyaan pertama dari
beberapa pertanyaan yang telah disiapkan guru.
Tahap
3:Semua siswa mencari jawaban dari buku yang tersedia atau dari hasil diskusi
kelompok.
Tahap 4:
Siswa yang duduk sebelah kiri pembaca pertanyaan pada setiap kelompok,
ditugaskan untuk mengecek apakah setiap murid dalam kelompok mengerti maksud
pertanyaan dan menyepakati jawabannya.
Tahap 5:
Bila telah dicapai kesepakatan mengenai jawaban atas pertanyaan itu, semua
murid mengambil pena masing-masing dan menuliskan jawaban dengan kata-kata sendiri pada buku catatan masing-masing.
Tahap 6:
Selanjutnya dengan mengikuti urutan satu sampai lima meneruskan kegiatan untuk
pertanyaan kedua dan seterusnya sampai setiap murid dalam kelompok mendapat
giliran membacakan pertanyaan dan memelihara disiplin kelas.
Saran
Penggunaan
Model KIK
ini diadaptasi dari model “Team-mate Consult” dari Kagan (1989) dan Miler
(1989). Tujuan model ini adalah untuk mengembangkan kemapuan dan kebiasaan
saling berbagai ide dan membuat kesepakatan bersdama mengenai sesuatu hal serta
menuangkan hasil kesepakatan itu dengan bahsa sendiri. Model ini dapat
diterapkan dalam kelas PKR baik yang dilakukan dalam satu atau lebih dari satu
ruangan. Pokok yang dipelajari dapat berupa topic dalam satu atau lebih dari
satu mata pelajaran. Yang perlu dicatat ialah pengelompokkan murid sebaiknya
menurut kelas mungkin akan lebih cocok digunakan dikelas IV keatas dimana murid
sudah bisa mneuliskan buah pikirannya
d.
Model
Tutorial Teman Sebaya (MTTS)
Model
Tutorial Teman Sebaya (MTTS) merupakan kegiatan belajar siswa dengan memanfaatkan
teman sekelasnya yang memiliki kemampuan lebih untuk membantu temannya dalam
melakukan sesuatu kegiatan atau memahami suatu konsep.
Langkah-langkah
Model
TTS memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap
1: Pilihlah siswa yang memiliki kemamppuan di atas rata-rata.
Tahap
2: Berikan tugas khusus untuk membantu temannya dalam bidang tertentu.
Tahap
3: Guru selalu memantau proses saling memebantu tersebut.
Tahap 4: Berikan penguatan kepada kedua belah pihak
agar baik anak yang membantu maupun yang dibantu merasa senang.
Saran
Penggunaan
Model
TTS dirancang untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan saling membantu antar
teman sebaya. Miller (1989) memberikan beberapa saran untuk dapat berhasilnya
program tutorial sebagai berikut:
a. Mulailah
dengan tujuan yang jelas dan mudah dicapai
b. Jelaskan
tujuan itu kepada seluruh kelas
c. Siapkan
bahan dan sumber belajar yang memadai
d. Gunakanlah
cara yang praktis
e. Hindari
kegiatan pengulangan yang telah dilakukan guru
f. Pusatkan
kegiatan tutorial pada keterampilan pikiran yang diminta di kelas
g. Berikan
latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor
h. Lakukanlah
pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi melalui tutorial
Dalam
memanfaatkan tutor sebaya guru berperan sebagi manusia yang akan dimintakan
keterangan,petunjuk, dan sarannya oleh murid yang ditugasi sebagai tutor
sebaya. Jagalah agar murid yang menjadi tutor tidak bersikap sombong.
e.
Model
Tutirial Lintas Kelas (MTLK)
Model
Tutorial Lintas Kelas atau MTLK merupakan kerangka kegiatan belajar siswa
dengan memanfaatkan siswa lain kelas yang lebih tinggi untuk membantu siswa
kelasnya dalam memahami atau mengerjakan sesuatu.
Model MTLK memiliki
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pilih
siswa yang memiliki kemampuan di atas- rata-rata di kelas di atasnya
2. Berikan
tugas khusus untuk membantu siswa adik kelasnya
3. Guru
selalu memantau proses saling membantu tersebut
4. Berikan
penguatan kepada kedua belah pihak agar siswa yang membantu maupun yang dibantu
agar mereka merasa senang
Saran Penggunaan
Model
TLK digunakan secara lintas kelas. Murid kelas yang lebih tinggi, misalnya
murid kelas VI yang pandai ditugasi untuk membantu kelompok kelas dibawahnya.
Semua saran Miller (1989) untuk model TTS berlaku untuk model ini.
f.
Model
Diskusi Meja Bundar (MDMB)
Model
Diskusi Meja Bundara tau MDMB merupakan kerangka kegiatan belajar sisa yang
bersifat mengundang pendapat siswa secara tertulis dalam suasana terstruktur.
Model
DMB memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap
1: Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil berjumlah 3-4 orang
Tahap 2: Guru mengajukkan pertanyaan secara tertulis
atau lisan yang menuntut banyak jawaban
Tahap 3 : Selembar kertas diedarkan dalam setiap
kelompok. Secara bergilir setiap murid dalam kelompok itu, menuliskan jawaban
terhadap pertanyaan menurut pendapatnya sendiri.
Saran
Penggunaan
Model
DMB ini diadaptasi dari model “Roundtable”
dari Kagan tahun 1989 dalam Miller (1989). Tujuan model ini ialah mengembangkan
keterampilan mengemukakan ide secara tertulis melalui situasi kerja kelompok.
Model ini mirip dengan model OPB, hanya dalam model OPB jawaban murid
disampaikan secar lisan. Penggunaan model ini akan lebih tepat di kleas IV ke
atas.
g.
Model
Tugas Diskusi – Resitasi (MTDR)
Model Tugas Diskusi – Resitasi (MTDR) merupakan
kerangka kegiatan belajar siswa dalam rangkaian kegiatan melaksanakan tugas,
mendiskusikan tugas, dan melaporkan hasil pengerjaan tugas tersebut.
Langkah-langkah
Tahap
1 :
Pemberian tugas dari guru
Tahap
2 :
Pelaksanaan diskusi kelompok siswa
Tahap
3 :
Pelaporan hasil diskusi siswa
Selama
proses berlangsung guru memantau, member balikan, dan memelihara disiplin
kelas.
Saran Penggunaan
Model
MTDR merupakan kombinasi dari metode pemberian tugas dan diskusi. Model ini
cocok digunakan di kelas IV ke atas. Tujuan model ini tertuju pada pengembangan
keterampilan akademis yang dicapai melalui situasi kerjasama. Dalam model ini
guru berperan sebagai manager kelas, narasumber, dan penilai/pemonitor.
h.
Model
Aktivitas Tertutup (MATTU) dan Aktivitas Tugas Terbuka (MATTA)
Kedua model tersebut (MATTA dan MATTU) merupakan
kerangka kegiatan belajar melalui pemberian tugas kepada siswa secara terarah
pada satujawaban atau banyak jawaban.
Langkah-langkah
Model
ATTA dan ATTU merupakan model pemberian tugas. Tidak memiliki langkah khusus,
karena itu berlaku prosedur pemberian tugas biasa. Yang khas dari kedua model
ini salah satunya ialah dalam sifat isi tugasnya. Tugas tertutup berbentuk
tugas yang hanya memerlukan satu jawaban yang benar. Sedangkan tugas terbuka
berbentuk tugas yang menuntut hasil yang beraneka ragam misalnya tugas membuat
karangan.
C. Bagaimana memelihara suasana belajar?
Dari pengalaman
kita ketahui bahwa situasi ruangan tempat pembelajaran kelas rangkap
berlangsung akan berbeda dengan situasi dari pembelajaran kelas tunggal. Yang
membedakan kelas PKR dari kelas lain. antara lain dalam hal keragaman dalam
kelas PKR. Yang dimaksudkan dengan keragaman di sini adalah:
1. kelompok
siswa dari dua kelas atau lebih,
2. satu
atau lebih dari satu mata pelajaran yang diajarkan,
3. satu
atau lebih dari satu topik yang dibahas,
4. satu
atau lebih dari satu model belajar yang digunakan,
5. satu
atau lebih dari satu ruang belajar yang dipakai, waktu yang bersamaan dihadapi
serta dikelola hanya satu orang guru.
Dengan kata lain seorang guru harus mampu menangani
keragaman tersebut secara terencana.
Menghadapi seperti itu Anda sebagai calon guru
dituntut untuk dapat:
1. memelihara
disiplin kelas untuk memungkinkan setiap siswa selalu berada dalam tugas
belajarnya dan tidak mengganggu siswa lainnya;
2. menciptakan
dan memelihara suasana kelas yang menarik, artinya siswa dan guru merasa betah
dan senang, artinya siswa dan guru tidak merasa bosan melakukan kegiatan
belajar-mengajar di sekolahnya; dan
3. selalu
sadar merasa terikat oleh tujuan belajar yang telah dirumuskan dengan tepat
berani mengambil keputusan transaksional yakni mengambil keputusan yang diambil
pada saat berlangsungnya pembelajaran demi mencapai hasil belajar murid yang
setinggi-tingginya.
A
Daftar Pustaka
Djalil,
Area,dkk. 2011. Pembelajaran Kelas
Rangkap. Jakarta:Universitas Terbuka
Winataputra, Udin. 1998. Pembelajaran Kelas Rangkap. Jakarta. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar