Minggu, 08 September 2013

Prinsip dan Pola Dasar PKR serta Aneka Model Pembelajaran dalam PKR




A. Prinsip dan Pola Dasar PKR
a.    Prinsip Umum dan Khusus
Prinsip dalam PKR adalah ketentuan-ketentuan umum dan khusus yang bersifat memandu dan mengarahkan pikiran dan perilaku guru dalam menyikapi dan mengelola pembelajaran. PKR seperti pembelajaran pada umumnya memiliki prinsip-prinsip umum baik yang bersifat psikologis-paedagogis maupun didaktik-metodik.

Bersifat psikologis-paedagogis adalah yang berkenaan dengan perubahan perilaku siswa, sedang yang bersifat didaktik-metodik adalah yang berkenaan dengan strategi atau prosedur pembelajaran.
Beberapa prinsip umum psikologis-paedagogis antara lain sebagai berikut.
a)      Perbedaan individual anak dalam perkembangan kognitif, sikap dan perilakunya menuntut perlakuan pembelajaran yang cocok dengan tingkatannya. Misalnya perlakuan terhadap siswa kelas I tentu harus berbeda dengan perlakuan terhadap siswa kelas V. Pada tingkat usia kelas I proses berpikir kongkrit lebih dominan, sedangkan siswa kelas V sudah mulai dapat berpikir abstrak (Piaget dalam Bell-Gredler : 1986).
b)      Motivasi sangat diperlukan dalam belajar baik yang datang dari dalam diri siswa atau “motivasi instrinsik” maupun yang datang dari luar diri siswa atau motivasi instrumental. Oleh karena itu pembelajaran harus diawali dengan menumbuhkan motivasi siswa agar merasa butuh dan mau belajar. Bila sudah tumbuh, motivasi tersebut perlu dipelihara dan malah ditingkatkan melalui berbagai bentuk penguatan atau “reinforcement” (Skinner dalam Turney : 1977).
c)      Belajar sebagai proses akademis dalam diri individu untuk membangun pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui transformasi pengalaman. Proses tersebut dapat dipandang sebagai suatu siklus proses pengalaman kongkrit (concrete experience), pengamatan mendalam (reflective observation), pemikiran abstrak (abstract conceptualisation) dan percobaan atau penerapan secara aktif (active experimentation). (Kolb : 1986).
d)     Belajar dari teman seusia atau “peer group” terutama mengenai sikap dan keterampilan sosial dapat berhasil dengan baik melalui interaksi sosial yang sengaja dirancang.
e)      Pencapaian dampak instructional atau “instructional effects” dan “dampak pengiring” atau “nurturant effect” menuntut lingkungan dan suasana belajar yang memungkinkan siswa dapat melakukan kegiatan belajar yang dirancang dengan baik oleh guru dan terciptanya suasana belajar secara kontekstual.
Implementasi dari prinsip umum psikologis-paedagogis terhadap pembelajaran adalah munculnya prinsip-prinsip didaktik-metodik sebagai berikut.
a.    Penganekaragaman pembelajaran agar dapat melayani perbedaan individual siswa.
b.    Pemanfaatan berbagai media dan sumber belajar agar dapat membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa.
c.    Penerapan aneka pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang berpotensi mengaktifkan siswa dalam keseluruhan siklus proses belajar.
d.   Penekanan pada pencapaian dampak instruksional dan dampak pengiring.
Disamping memiliki prinsip umum tersebut di atas, PPKR memiliki beberapa prinsip khusus seperti berikut (Djalil dan Wardani : 1997, Rake Joni : 1998).
a)    Keserempakan kegiatan belajar-mengajar
Dalam PPKR seorang guru dalam waktu yang bersamaan, misalnya dari pukul 08.00-09.20 (2 jam pelajaran) menangani pembelajaran IPA untuk kelas V dan IPS kelas VI. Pada saat itu siswa kelas V dan kelas VI dalam satu atau dua ruangan secara serempak belajar dibawah bimbingan seorang guru. Dengan prinsip ini pemanfaatan sumber daya dalam hal ini guru, dan waktu yang tersedia dapat lebih optimal.
b)   Kadar tinggi waktu keaktifan akademik
Waktu keaktifan akademik atau disingkat WKA adalah waktu yang benar-benar digunakan oleh siswa untuk belajar (membaca, menyimak, menulis, berlatih keterampilan, berdiskusi). Misalnya dalam dua jam pelajaran tersedia waktu 2 X 40’ = 80’. Selama 15’ digunakan oleh guru untuk mengabsen, mengatur kelompok, 65’ sisanya digunakan oleh siswa untuk berbagai kegiatan belajar. Dalam 65’ itulah siswa benar-benar melakukan kegiatan belajar atau sering juga disebut “on task” (Flander : 1972). Bila selama 65’ itu ternyata ada sebagian waktu yang digunakan untuk “ngobrol” selain materi pelajaran atau mungkin melamun misalnya selama 10’ maka benar-benar dipakai belajar hanya 55’ (on-task). Selama 10’ tersebut para siswa tidak belajar atau sering disebut “off-task” (Flanders : 1972). Dengan menerapkan PKR seorang guru dapat mengurangi lama waktu kosong karena dua kelas ditangani secara serempak. Atau dengan kata lain waktu keaktifan akademik menjadi semakin tinggi.
c)    Kontak psikologis guru-murid yang berkelanjutan
Dengan menerapkan PKR interaksi guru-murid baik yang berupa perhatian, pengarahan, bimbingan pembelajaran, dan monitoring menjadi suatu proses akan berlangsung secara bervariasi dan terus menerus terutama dalam PKR dengan satu ruangan. Bila PKR diterapkan dalam dua atau tiga ruangan memang ada sebagian perhatian misalnya kontak pandang guru-murid yang terputus. Kontak psikologis guru-murid yang bervariasi ini sangat penting untuk dibangun dan dipelihara. Bila tidak, maka pembinaan disiplin siswa akan berkurang.
d) Pemanfaatan sumber belajar yang efisien
Kita menyadari bahwa di sekolah dasar terutama di pedesaan sumber belajar tertulis dirasakan sangat kurang. Banyak sekali SD yang tidak memiliki perpustakaan sekolah. Malah dalam beberapa kasus hanya terdapat satu eksemplar buku pelajaran untuk satu kelas. Dengan menerapkan PKR sumber belajar tertulis yang jumlahnya terbatas dapat digunakan secara bersama-sama.
e) Belajar dari teman sebaya
f) Penekanan pada pencapaian dampak instruksional dan pengiring

b.   Pola Dasar PKR
Dilihat dari pengorganisasian mata pelajaran, kelas atau rombongan belajar dan ruangan terdapat beberapa pola dasar pkr sebagai berikut.
Model PKR 211:         Dua kelas, satu mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 221:         Dua kelas,dua mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 311:         Tiga kelas, satu mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 321:         Tiga kelas, dua mata pelajaran, satu ruangan
Model PKR 322:         Tiga kelas, dua mata pelajaran, dua ruangan
Model PKR 333:         Tiga kelas, tiga mata pelajaran, tiga ruangan
Model PKR 222:         Dua kelas, dua mata pelajaran, dua ruangan
Model PKR 111:         Satu kelas, satu mata pelajaran dengan dua atau tiga topik berjenjang, satu ruangan
Sebagai contoh singkat dapat dikemukakan sebagai berikut
Model PKR 211 :     Kelas I dan II belajar menyanyi dalam satu ruangan
Model PKR 221 :     Kelas III belajar IPA dan kelas IV belajar IPS dalam satu ruangan
Model PKR 222 :     Kelas III belajar IPA di ruangan 1 dan kelas IV belajar IPS di ruangan 2 yang terhubung dengan ruang 1
Model PKR 311 :     Kelas IV, V, dan VI belajar menyanyi dalam satu ruangan
Model PKR 321 :     Kelas I dan II belajar menulis, dan kelas III belajar Matematika  dalam satu ruangan
Model PKR 322 :     Kelas III dan VI belajar IPS di ruangan 1 dan kelas V belajar IPA di ruangan 2 yang terhubung ke tuangan 1
Model PKR 333 :     Kelas IIIbelajar IPA, kelas IV belajar IPS dan kelas V belajar Matematika di tiga ruangan yang satu sama lain terhubung dengan pintu.
Dilihat dari sudut pengelolaan kelas khususnya dalam penanganan disiplin siswa, model PKR 211, 221, 311, dan 321 lebih terkendali dari pada model PKR 222, 322, dan 333. Dapat kita pahami bahwa mengelola satu ruangan lebih terkonsentrasi daripada lebih dari satu ruangan. Malah sangat dianjurkan untuk lebih banyak menggunakan model 211, 221, 311, dan 321 bila jumlah gabungan siswa kedua atau ketiga kelas itu paling banyak 30 orang. Bila lebih dari 30 orang dianjurkan menggunakan model PKR 222, 322, atau 333.
Khusus untuk model PKR 111 yakni satu kelas belajar satu mata pelajaran dengan beberapa topik yang berbeda dalam satu ruangan merupakan model PKR “neka aras” atau “multi-level teaching”. Model ini memerlukan pengorganisasian siswa dengan menerapkan prinsip perbedaan individual dan “belajar tuntas”. Model ini akan berjalan dengan baik bila didukung oleh sumber belajar yang diindividualisasikan dan bersifat modular misalnya menggunakan “modul” atau “kit”.
Di dalam menerapkan pola dasar PKR selain model PKR III ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti berikut:
a)    Kelas yang dapat dirangkap dalam satu ruangan adalah kelas I, II, III atau kelas IV, V, VI atau kelas I, II atau III, IV. Kelas I, II sebaiknya tidak dirangkap dalam satu ruangan dengan kelas IV, V, VI karena alasan perbedaan usia dan perbedaan lama belajar. Bila terpaksa, dalam ruangan itu dibuat dua begian dengan memakai partisi/penyekat tidak permanen setinggi bahan guru.
b)   Mata pelajaran yang menekankan pada keterampilan malafalkan atau bersuara seperti membaca, menyanyi atau bergerak seperti praktek olah raga tidak boleh dirangkap dengan mata pelajaran yang menekankan pada proses kognitif seperti matematika, IPA, IPS, PKn, atau Bahasa indonesia. Alasannya adalah dalam pembelajaran aspek kognitif siswa memerlukan konsentrasi dalam berfikir yang apabila dirangkap engan pembelajaran keterampilan gerak atau verbal satu sama lain akan merasa saling terganggu
c)    Perangkapan kelas dalam ruangan leih dari tiga tidak dianjurkan karena sukar untuk dikelola antara lain guru akan sangat repot mengesak dari kelas ke kelas.

B.     Aneka Model Pembelajaran
Sesuai dengan prinsip khusus PKR seperti dibahas pada bagian A bab ini, pelaksanaan PKR memerlukan penerapan berbagai model pembelajaran yang berpotensi mengaktifkan siswa. Mengenai model tersebut, Winataputra (1997) mengadaptasi beberapa model yang tercakup dalam duia kelompok, yaitu:
1.    Proses Belajar Arahan Sendiri (PBAS)
Model PBAS merupakan suatu kerangka kegiatan belajar  atas prakarsa siswa atau secara mandiri dengan mendapat bimbingan seperlunya dari guru. Dalam model ini guru berparan sebagai pemberi kemudahan belajar atau “facilitator of learning” , misalnya menyediakan sumber belajar, memberi petunjuk, memberi dorongan, mengecek kemajuan belajar, memberi balikan dan mengecek hasil belajar siswa.
Langkah-langkah :
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
1.      Menyediakan sumber
    belajar





1.Penyeleksian
-menemukan informasikan esensial/inti
-membuat catatan tentang butir-butir yang penting
-mengeksplorasi ide pokok
2.      Memberikan penugasan belajar (1)

2.  pemahaman
-melihat bahan lebih awal
-menggunakan isarat  kontekstual
-mencari sumber bahan
3.      Mengecek kemajuan belajar (2)
3. penguatan ingatan
-mengkaji ulang bahan
-mengingat butir penting
-mengetes sendiri
-merancang cara belajar sendiri
4.      Memberikan penugasan belajar lanjut (2)
4.penjabaran lanjutan
-bertanya pada diri sendiri
-membentuk citra sendiri
-menarik analogi dan metapora
5.      Mengecek kemajuan belajar (2)
5.pengintegrasian
-mengungkapkan sendiri
-membuat ilustrasi atau diagram
-menggunakan banyak sumber
-mengaitkan dengan pengetahuan yang telah  dimiliki
-menjawab permasalahan sendiri
6.      Mengevaluasi hasil belajar siswa
6.pengecekan
-mengecek apa yang telah dikuasai
-menyadari kekuatan dan kelemahan diri sendiri

Belajar  mandiri dapat dilakukan secara mandiri ataupun kelompok. Inti dari belajar mandiri adalah  mencari dan mengolah informasi atas dasar dorongan belajar dari dalam diri. Walaupun model ini akan diterapkan di SD, arahan guru masih tetap diperlukan dalam kadar yang tidak terlalu besar. Berilah petunjuk yang sesingkat, sejelas, setegas mungkin. Model ini harus menjadi intinya PKR. Guru berperan dalam memelihara kelangsungan kegiatan tersebut.
2.    Proses Belajar Melalui Kerja Sama  (PBMKS) terdiri atas model-model sebagai berikut :
a.      Model Olah Pikir Sejoli (MOPS)
MOPS merupakan kerangka kegiatan belajar secara berpasangan. Setiap pasang siswa ditugasi untuk melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama di bawah kontrol guru.
Langkah-langkah MOPS:
Tahap 1 : siswa menyimak pertanyaan atau tugas yang diberikan guru.
Tahap 2 :  semua murid diberi kesempatan untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Tahap 3 : Guru memberi isyarat  agar siswa secara berpasangan dengan siswa lain yang duduk di sampingnya untuk mendiskusikan jawaban atau mengerjakan tugas yang telah dipikirkan sendiri. Setiap pasangan diminta untuk merumuskan jawaban yang disepakati berdua.
Waktu untuk mengerjakan setiap tahap diatur oleh guru secara kondisional.
 Model OPS diadaptasi dari Model “Think, Pair, Share” .
Model ini menitikberatkan pada komunikasi banyak arah secara bertahap. Tahap pertama dan kedua mewadahi komunikasi satu arah (guru-murid) dengan respon dalam bentuk komunikasi dalam diri. Tahap ketiga mewadahi komunikasi timbale balik dalam kelompok kecil dua orang sebagai persiapan komunikasi banyak arah dalam diskusi kelas pada tahap keempat. Pada dasarnya model ini memiliki tujuan pembinaan kerja sama dan komunikasi sosial. Model ini dapat digunakan dalam kelas PKR khususnya dalam satu atau lebih dari satu mata pelajaran yang menampilkan satu topik umum yang ditata menurut sistematikanya.Dalam suasana PKR dengan satu ruangan (PKR 211) pasangan diskusi dapat terdiri dari dua murid berbeda kelas. Dalam penggunaan model ini guru berperan sebagai penanya , moderator atau pengatur, dan pengelola kelas.
b.      Model Olah Pikir Berebut (MOPB)
MOPB merupakan kerangka kegiatan belajar yang menekankan pada proses berpikir menyebar atau “divergent thinking” secara dialogis.
Model OPB memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1: Guru mengajukan pertanyaan yang meminta banyak jawaban
Tahap 2: Siswa seacara perorangan berpikir dan selanjutnya member jawaban secara lisan
Model OPB ini diadaptasi dari model “Roundrobin” dari Kagan (1989) dalam Miler (1989). Model ini termasuk dalam ke dalam proses curah pendapat atau yang dirangsang dengan pertanyaan menyebar yakni pertanyaan yang menuntut banyak jawaban yang bervariasi. Pola PKR yuang cocok sebagai arena penerapan ini adalah pola satu atau lebih dari satu kelas dalam satui ruangan untuk membahasa satu atau lebih dari satu mata pelajaran yang mempunyai topik umum yang ditata dengan penggugusan topik dan subtopik. Tujuan model ini bukanlah untuk mendapatkan suatu kesimpulan tetapi untuk melibatkan sebanyak-banyaknya murid dalam menggali sebanyak-banyuaknya pendapat. Peran guru yang utama adalah sebagai penanya sesuai tujuan pembelajaran, moderator, dan manajer kelas.


c.       Model konsultasi Intra Kelompok (MKIK)
MKIK merupakan kerangka kegiatan belajar kelompok dalam memecahkan masalah dengan menggunakan sumber belajar yang tersedia.
MKIK memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1: Siswa diminta menyiapkan alat tulis. Semua pena disimpan di tengah mneja setiap kelompok
Tahap 2: Seorang siswa opada setiap kelompok diminta membacakan pertanyaan pertama dari beberapa pertanyaan yang telah disiapkan guru.
Tahap 3:Semua siswa mencari jawaban dari buku yang tersedia atau dari hasil diskusi kelompok.
Tahap 4: Siswa yang duduk sebelah kiri pembaca pertanyaan pada setiap kelompok, ditugaskan untuk mengecek apakah setiap murid dalam kelompok mengerti maksud pertanyaan dan menyepakati jawabannya.
Tahap 5: Bila telah dicapai kesepakatan mengenai jawaban atas pertanyaan itu, semua murid mengambil pena masing-masing dan menuliskan jawaban dengan kata-kata  sendiri pada buku catatan masing-masing.
Tahap 6: Selanjutnya dengan mengikuti urutan satu sampai lima meneruskan kegiatan untuk pertanyaan kedua dan seterusnya sampai setiap murid dalam kelompok mendapat giliran membacakan pertanyaan dan memelihara disiplin kelas.
Saran Penggunaan
Model KIK ini diadaptasi dari model “Team-mate Consult” dari Kagan (1989) dan Miler (1989). Tujuan model ini adalah untuk mengembangkan kemapuan dan kebiasaan saling berbagai ide dan membuat kesepakatan bersdama mengenai sesuatu hal serta menuangkan hasil kesepakatan itu dengan bahsa sendiri. Model ini dapat diterapkan dalam kelas PKR baik yang dilakukan dalam satu atau lebih dari satu ruangan. Pokok yang dipelajari dapat berupa topic dalam satu atau lebih dari satu mata pelajaran. Yang perlu dicatat ialah pengelompokkan murid sebaiknya menurut kelas mungkin akan lebih cocok digunakan dikelas IV keatas dimana murid sudah bisa mneuliskan buah pikirannya
d.      Model Tutorial Teman Sebaya (MTTS)
Model Tutorial Teman Sebaya (MTTS) merupakan kegiatan belajar siswa dengan memanfaatkan teman sekelasnya yang memiliki kemampuan lebih untuk membantu temannya dalam melakukan sesuatu kegiatan atau memahami suatu konsep.
Langkah-langkah
Model TTS memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1: Pilihlah siswa yang memiliki kemamppuan di atas rata-rata.
Tahap 2: Berikan tugas khusus untuk membantu temannya dalam bidang tertentu.
Tahap 3: Guru selalu memantau proses saling memebantu tersebut.
Tahap 4: Berikan penguatan kepada kedua belah pihak agar baik anak yang membantu maupun yang dibantu merasa senang.
Saran Penggunaan
Model TTS dirancang untuk mengembangkan sikap dan kebiasaan saling membantu antar teman sebaya. Miller (1989) memberikan beberapa saran untuk dapat berhasilnya program tutorial sebagai berikut:
a.       Mulailah dengan tujuan yang jelas dan mudah dicapai
b.      Jelaskan tujuan itu kepada seluruh kelas
c.       Siapkan bahan dan sumber belajar yang memadai
d.      Gunakanlah cara yang praktis
e.       Hindari kegiatan pengulangan yang telah dilakukan guru
f.       Pusatkan kegiatan tutorial pada keterampilan pikiran yang diminta di kelas
g.      Berikan latihan singkat mengenai yang akan dilakukan tutor
h.      Lakukanlah pemantauan terhadap proses belajar yang terjadi melalui tutorial
Dalam memanfaatkan tutor sebaya guru berperan sebagi manusia yang akan dimintakan keterangan,petunjuk, dan sarannya oleh murid yang ditugasi sebagai tutor sebaya. Jagalah agar murid yang menjadi tutor tidak bersikap sombong.
e.       Model Tutirial Lintas Kelas (MTLK)
Model Tutorial Lintas Kelas atau MTLK merupakan kerangka kegiatan belajar siswa dengan memanfaatkan siswa lain kelas yang lebih tinggi untuk membantu siswa kelasnya dalam memahami atau mengerjakan sesuatu.
Model MTLK memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Pilih siswa yang memiliki kemampuan di atas- rata-rata di kelas di atasnya
2.      Berikan tugas khusus untuk membantu siswa adik kelasnya
3.      Guru selalu memantau proses saling membantu tersebut
4.      Berikan penguatan kepada kedua belah pihak agar siswa yang membantu maupun yang dibantu agar mereka merasa senang
Saran Penggunaan
Model TLK digunakan secara lintas kelas. Murid kelas yang lebih tinggi, misalnya murid kelas VI yang pandai ditugasi untuk membantu kelompok kelas dibawahnya. Semua saran Miller (1989) untuk model TTS berlaku untuk model ini.
f.       Model Diskusi Meja Bundar (MDMB)
Model Diskusi Meja Bundara tau MDMB merupakan kerangka kegiatan belajar sisa yang bersifat mengundang pendapat siswa secara tertulis dalam suasana terstruktur.
Model DMB memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1: Siswa dibagi ke dalam kelompok kecil berjumlah 3-4 orang
Tahap 2: Guru mengajukkan pertanyaan secara tertulis atau lisan yang menuntut banyak jawaban
Tahap 3 : Selembar kertas diedarkan dalam setiap kelompok. Secara bergilir setiap murid dalam kelompok itu, menuliskan jawaban terhadap pertanyaan menurut pendapatnya sendiri.
Saran Penggunaan
Model DMB ini diadaptasi dari model “Roundtable” dari Kagan tahun 1989 dalam Miller (1989). Tujuan model ini ialah mengembangkan keterampilan mengemukakan ide secara tertulis melalui situasi kerja kelompok. Model ini mirip dengan model OPB, hanya dalam model OPB jawaban murid disampaikan secar lisan. Penggunaan model ini akan lebih tepat di kleas IV ke atas.
g.      Model Tugas Diskusi – Resitasi (MTDR)
Model Tugas Diskusi – Resitasi (MTDR) merupakan kerangka kegiatan belajar siswa dalam rangkaian kegiatan melaksanakan tugas, mendiskusikan tugas, dan melaporkan hasil pengerjaan tugas tersebut.
Langkah-langkah
            Tahap 1  :  Pemberian tugas dari guru
            Tahap 2  :  Pelaksanaan diskusi kelompok siswa
            Tahap 3  :  Pelaporan hasil diskusi siswa
Selama proses berlangsung guru memantau, member balikan, dan memelihara disiplin kelas.
Saran Penggunaan
Model MTDR merupakan kombinasi dari metode pemberian tugas dan diskusi. Model ini cocok digunakan di kelas IV ke atas. Tujuan model ini tertuju pada pengembangan keterampilan akademis yang dicapai melalui situasi kerjasama. Dalam model ini guru berperan sebagai manager kelas, narasumber, dan penilai/pemonitor.
h.      Model Aktivitas Tertutup (MATTU) dan Aktivitas Tugas Terbuka (MATTA)
Kedua model tersebut (MATTA dan MATTU) merupakan kerangka kegiatan belajar melalui pemberian tugas kepada siswa secara terarah pada satujawaban atau banyak jawaban.
Langkah-langkah
            Model ATTA dan ATTU merupakan model pemberian tugas. Tidak memiliki langkah khusus, karena itu berlaku prosedur pemberian tugas biasa. Yang khas dari kedua model ini salah satunya ialah dalam sifat isi tugasnya. Tugas tertutup berbentuk tugas yang hanya memerlukan satu jawaban yang benar. Sedangkan tugas terbuka berbentuk tugas yang menuntut hasil yang beraneka ragam misalnya tugas membuat karangan.
C.    Bagaimana memelihara suasana belajar?
Dari pengalaman kita ketahui bahwa situasi ruangan tempat pembelajaran kelas rangkap berlangsung akan berbeda dengan situasi dari pembelajaran kelas tunggal. Yang membedakan kelas PKR dari kelas lain. antara lain dalam hal keragaman dalam kelas PKR. Yang dimaksudkan dengan keragaman di sini adalah:
1.      kelompok siswa dari dua kelas atau lebih,
2.      satu atau lebih dari satu mata pelajaran yang diajarkan,
3.      satu atau lebih dari satu topik yang dibahas,
4.      satu atau lebih dari satu model belajar yang digunakan,
5.      satu atau lebih dari satu ruang belajar yang dipakai, waktu yang bersamaan dihadapi serta dikelola hanya satu orang guru.
Dengan kata lain seorang guru harus mampu menangani keragaman tersebut secara terencana.
Menghadapi seperti itu Anda sebagai calon guru dituntut untuk dapat:
1.      memelihara disiplin kelas untuk memungkinkan setiap siswa selalu berada dalam tugas belajarnya dan tidak mengganggu siswa lainnya;
2.      menciptakan dan memelihara suasana kelas yang menarik, artinya siswa dan guru merasa betah dan senang, artinya siswa dan guru tidak merasa bosan melakukan kegiatan belajar-mengajar di sekolahnya; dan
3.      selalu sadar merasa terikat oleh tujuan belajar yang telah dirumuskan dengan tepat berani mengambil keputusan transaksional yakni mengambil keputusan yang diambil pada saat berlangsungnya pembelajaran demi mencapai hasil belajar murid yang setinggi-tingginya.




A

A
Daftar Pustaka
 
Djalil, Area,dkk. 2011. Pembelajaran Kelas Rangkap. Jakarta:Universitas Terbuka
Ngadiono,Ucup. 2012. Pembelajaran Kelas Rangkap.http://pustakasimabdi.blogspot.com/
Winataputra, Udin. 1998. Pembelajaran Kelas Rangkap. Jakarta. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar